kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Simak Persaingan Bisnis Minyak Goreng di Tengah Tingginya Harga CPO Global


Selasa, 25 Januari 2022 / 07:05 WIB
Simak Persaingan Bisnis Minyak Goreng di Tengah Tingginya Harga CPO Global

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para produsen minyak goreng cukup diuntungkan dengan adanya tren kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) selaku bahan baku pembuatan produk tersebut. Lantas, bagaimana persaingan bisnis minyak goreng pada saat ini?

Berdasarkan berita sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut saat ini pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi pada empat perusahaan besar saja dengan pangsa pasar mencapai 46,5%. Sayangnya, KPPU tidak menyebut secara rinci nama-nama perusahaan besar tersebut.

Dalam catatan Kontan, terdapat beberapa perusahaan besar yang produk minyak gorengnya cukup familiar di pasar. Di antaranya, ada Grup Wilmar yang memiliki produk minyak goreng merek Sania, Siip, Sovia, Mahkota, Ol’eis, Bukit Zaitun, Goldie, Fortune, dan Camilla.

Wilmar memproduksi minyak goreng dari perkebunan sawitnya sendiri. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini memiliki luas lahan sawit mencapai 232.053 hektare (Ha) per 31 Desember 2020, yang mana 65% di antaranya berada di Indonesia, tepatnya di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Sisanya sebanyak 26% berada di Sabah dan Serawak, Malaysia, serta 9% di Afrika.

Baca Juga: KPPU: 4 Produsen Minyak Goreng Dominasi 46,5% Pasar Minyak Goreng Indonesia

Wilmar juga memiliki 140 pabrik terkait pengolahan kelapa sawit di 10 lokasi Indonesia, seperti Sumatera dan Kalimantan.

Kemudian, terdapat Grup Sinar Mas yang memiliki lini bisnis agribisnis dan pangan melalui Golden Agri-Resources Ltd (GAR) yang tercatat di Bursa Efek Singapura sejak 1999. Perusahaan ini memiliki salah satu anak usaha di Indonesia yaitu PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk (SMAR) yang memproduksi beberapa minyak goreng seperti Filma, Kunci Mas, Mitra, dan Palmvita.

Minyak goreng tersebut dihasilkan dari perkebunan sawit milik Sinar Mas yang luasnya mencapai 137.600 Ha di Indonesia. Dari situ, sawit yang dipanen kemudian diproses di 4 pabrik rafinasi Sinar Mas dengan total kapasitas 2,88 juta ton per tahun sebelum akhirnya menjadi produk minyak goreng.

Berikutnya, terdapat Grup Indofood yang dimiliki oleh Keluarga Salim. Indofood menjalankan bisnis perkebunan melalui Indofood Agri Resources Ltd yang memiliki anak usaha di Indonesia yaitu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). SIMP juga menjadi pemilik saham pengendali PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Dari bisnis perkebunan ini, Indofood dapat memproduksi beberapa merek minyak goreng seperti Bimoli, Delima, dan Happy.

Merujuk situs resmi Indofood, perusahaan ini mengelola perkebunan dengan luas lebih dari 300.481 Ha di Sumatera dan Kalimantan berdasarkan data per Juni 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 250.172 Ha di antaranya ditanami oleh kelapa sawit yang kelak dapat menghasilkan minyak goreng. Indofood juga memiliki 26 pabrik kelapa sawit di Indonesia.

Grup Musim Mas yang berkantor pusat di Singapura juga menjadi produsen minyak goreng dengan merek seperti Sunco, Amago, M&M, Voila, dan Good Choice yang dapat ditemui di pasar Indonesia. Merek minyak goreng tersebut juga diekspor ke India.

Dalam catatan Kontan, luas kebun sawit Musim Mas mencapai kisaran 100.000 Ha. Musim Mas juga memiliki pabrik kelapa sawit yang mengolah Crude Palm Oil (CPO) menjadi beberapa produk turunan, termasuk minyak goreng.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai wajar apabila perusahaan-perusahaan yang disebut tadi menguasai pasar minyak goreng di Indonesia. Hal ini mengingat perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi yang besar, ditambah lagi bisnis mereka terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Kualitas minyak goreng yang dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut juga sudah terbukti di pasar dan familiar di mata konsumen. “Mereka juga punya SDM dan kemampuan riset yang mumpuni untuk menghasilkan minyak goreng berkualitas,” imbuh Nafan, Senin (24/1).

Baca Juga: Dukung Kebijakan Pemerintah, Wilmar Jual Minyak Goreng Kemasan Rp 14.000 per Liter

Secara umum, produsen minyak goreng yang juga memproduksi CPO tentu diuntungkan dengan tren kenaikan harga CPO yang berlangsung sejak tahun lalu dan masih berlangsung hingga tahun ini. Kinerja penjualan perusahaan-perusahaan sawit tampak positif selama terjadinya tren kenaikan harga CPO global.

“Harga saham beberapa emiten produsen CPO juga tampak mengalami kenaikan sejalan dengan tren naiknya harga komoditas ini. Rating CPO ini dari kami masih overweight,” sambung Nafan.

Kenaikan harga CPO lantas memicu naiknya harga minyak goreng di pasar. Bahkan, harga minyak goreng sempat melebihi Rp 20.000 per liter di awal tahun ini. Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan kebijakan harga minyak goreng kemasan murah sebesar Rp 14.000 per liter.

Nafan menilai, adanya kebijakan penyeragaman harga minyak goreng tersebut tentu bisa mempengaruhi kinerja produsen minyak goreng itu sendiri. Pasalnya, di atas kertas biaya produksi minyak goreng sedang meningkat di tengah tingginya harga CPO global.

“Persaingannya juga menjadi lebih sengit karena dengan harga yang seragam, maka sekarang pilihan benar-benar ada di konsumen yang tahu kualitas minyak goreng yang dibelinya,” ungkap dia.

Namun demikian, kebijakan tersebut memang patut diberlakukan demi menyelamatkan daya beli masyarakat yang masih terdampak oleh pandemi Covid-19. Ketika daya beli terjaga, secara jangka panjang perekonomian nasional dapat terus tumbuh. Ujung-ujungnya hal ini akan berdampak positif bagi berbagai sektor industri, tak terkecuali industri sawit.

Para perusahaan sawit pun bisa mencari cara lain untuk mengoptimalkan momentum kenaikan harga CPO. Misalnya dengan memaksimalkan ekspor CPO ke negara lain ataupun menjual CPO untuk kebutuhan program biodiesel B30 di dalam negeri yang diyakini permintaannya sedang meningkat.

Beberapa produsen minyak goreng pun mendukung kebijakan minyak goreng murah. Executive Director PT Sari Agro Utama Persada, Wilmar Group Thomas Muksim mengatakan, pihaknya siap menjalankan arahan pemerintah, terutama yang menyangkut kebutuhan masyarakat. Seluruh merek minyak goreng Wilmar saat ini sudah dipasarkan dengan harga Rp 14.000. Wilmar juga bekerja sama denga seluruh distributor agar produknya dapat menjangkau secara merata.

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Melonjak, Inflasi Bulan Ini Diprediksi Naik

“Ke depan bersama pemerintah, kami siap mengevaluasi program ini agar lebih cepat dan baik ke seluruh Indonesia,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima Kontan, hari ini (24/1).

Wilmar sendiri telah menyalurkan minyak goreng kemasan sederhana sejak November 2021 hingga akhir tahun sebanyak 1,1 juta kiloliter ke seluruh Indonesia.

Sementara itu, Sinar Mas Agri Resources & Technology atau SMART telah menyalurkan minyak goreng dengan harga terjangkau sekitar 600.000 liter dari target 700.000 liter hingga akhir 2021. Adapun sisanya akan disalurkan kembali pada Januari ini.

“SMART akan kembali mendukung kebijakan pemerintah di tahun ini dalam menstabilkan harga melalui distribusi minyak goreng dengan harga terjangkau,” tandas Pinta S. Chandra, Investor Relations Sinar Mas Agribusiness and Food, 11 Januari lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×