Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menekan penggunaan emisi gas rumah kaca (GRK) di 2030, dipandang jadi jalan mulus bagi pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Kesempatan baik tersebut bahkan sudah dilirik beberapa produsen batubara, salah satunya lewat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Wakil Direktur Utama PT Indika Energy Tbk Azis Armand menjelaskan, kalau rencana pengembangan PLTS merupakan salah satu langkah diversifikasi yang dilakukan perusahaan tambang batubara tersebut. Apalagi, dalam rencana kerja lima tahun perusahaan itu juga dicanangkan kalau 50% pendapatan bakal berasal dari non-batubara.
"Ada beberapa sektor yang kami eksplore di luar batubara, tujuannya untuk diversifikasi dan salah satu yang menarik PLTS ini," kata Azis saat dihubungi Kontan, Senin (8/3).
Ditambah lagi, mengacu pada rencana pemerintah untuk menekan emisi GRK sebesar 314 juta - 398 juta ton CO2 di 2030, menjadikan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) salah satunya PLTS turut sejalan dengan program pemerintah tersebut.
Upaya pemerintah untuk menggairahkan industri EBT tersebut, juga dipandang sebagai potensi baik bagi bisnis PLTS ke depan.
Baca Juga: Ini tantangan pengembangan EBT di wilayah timur Indonesia
Asal tahu saja, saat ini Indika membentuk perusahaan gabungan atau join venture dengan perusahaan tenaga surya asal India, Fourth Partner Energy (4PEL), bernama PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS).
Nantinya, EMITS akan menggabungkan kompetensi Fourth Partner Energy dalam membangun dan mengoperasikan lebih dari 550 MW di India dan sejumlah negara lainnya.
"Sekarang teman-teman sudah mulai bekerja untuk mencari potensi-potensinya," ungkap Azis.
Secara bertahap INDY akan terus mendorong pengembangan PLTS, meskipun Azis mengaku kalau saat ini perusahaan belum melakukan penjajakan kerja sama lainnya dan fokus lebih dulu pada EMITS.
Selain itu, meskipun bisnis PLTS cukup kompetitif Azis menekankan bahwa EMITS tidak hanya mengembangkan proyek PLTS melainkan juga memberikan solusi untuk energi bersih yang lebih baik.
"Kami berpartner dengan salah satu player yang punya portofolio PLTS di regional dan itu berikan advantage untuk kapitalisasi pasar yang ada," ujarnya.
Adapun untuk kontribusi bisnis PLTS terhadap kinerja perusahaan yang melantai dengan kode emiten INDY tersebut masih belum ditentukan. "Angka (kontribusi) masih bergerak, tapi secara kelompok batubara tetap berkontribusi 50%," jelasnya.
Sementara itu, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava menekankan bahwa pihaknya saat ini masih fokus pada bisnis batubaranya.
"Kami sedang menjajaki peluang (pengembangan PLTS) ini dengan cermat," katanya kepada Kontan, Senin (8/3).
Baca Juga: PTBA siap menggarap dua proyek skala besar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
Meskipun begitu, Dileep mengungkapkan kalau tenaga surya merupakan bagian dari ESG perusahaan tambang batubara tersebut di masa depan, termasuk untuk menciptakan bisnis ramah lingkungan, berkelanjutan, serta pengendalian emisi.
"Mereka merupakan bagian integral dari arah bisnis kami di masa depan, dan akan kami umumkan kemajuannya dari waktu ke waktu," ungkapnya.
Sementara itu, perlahan tapi pasti perusahaan dengan kode emiten BUMI tersebut turut mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di beberapa tambang, khususnya milik anak perusahaan mereka.
"Kami telah menetapkan untuk pengurangan emisi GRK dalam proses produksi di lokasi kami. Salah satunya dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti PLTS di lokasi penambangan kami," jelas Dileep kepada Kontan.co.id, Senin (8/3).
Dileep memaparkan kalau anak perusahaan BUMI yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) telah mengembangkan dan membangun 142 unit solar cell yang ditempatkan di berbagai tempat potensial seperti di ruang ganti, musholla, toilet, kawasan Batu Arang dan untuk penerangan jalan.
Adapun penggunaan solar cell tersebut menghasilkan listrik sekitar 141,09 mega watt (MWH) setahun atau setara dengan penggunaan bahan bakar lebih dari 40.000 liter per tahun.
Sementara itu, anak usaha lainnya yakni PT Arutmin Indonesia berhasil melakukan efisiensi energi sekitar 14.698 liter bahan bakar dari pemanfaatan solar cell sepanjang 2020.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) mendirikan joint venture untuk proyek PLTS
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan kalau saat ini potensi sumber EBT dari energi matahari mencapai 200.000 megawatt (MW), atau yang terbesar dibandingkan potensi air sebesar 75.000 MW dan angin sekitar 60.000 MW.
Sementara itu, berdasarkan peta pengembangan PLTS skala besar ESDM, ditargetkan pengembangan sepanjang 2021-2030 mencapai 5.342 MW. Rinciannya, pengembangan terbanyak berada di Jawa-Bali atau sekitar 1.863 MW, disusul Sumatera 1.178 MW dan Sulawesi 781 MW, sedangkan sisanya di Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua.
"Potensi sumber EBT kita ada 400 GW dimana 50% adalah sumber dari matahari. Kami petakan tingkat radiasi yang paling besar dan itu ada di Timur Indonesia, kalau kita optimalkan sumber tersebut masuk Jawa, butuh biaya besar karena tantangan transmisi," jelas Arifin dalam acara Future Energy Tech Innovation 2021 yang diselenggarakan Senin (8/3) secara daring.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News