kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

RUU EBT juga bakal atur ekspor dan impor sumber energi terbarukan


Selasa, 02 Februari 2021 / 06:25 WIB
RUU EBT juga bakal atur ekspor dan impor sumber energi terbarukan

Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah akan mengatur pelaksaan ekspor dan impor sumber energi baru terbarukan (EBT) yang dilakukan badan usaha. Hal tersebut sudah terdapat dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT yang diterima Kontan.co.id.

Dalam Pasal 35 ayat 1 disebutkan Badan Usaha dapat melaksanakan ekspor dan atau impor sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h. 

Adapun sumber ET tersebut meliputi biomassa, sampah, limbah produk pertanian dan limbah atau kotoran hewan ternak.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan Sumber ET yang diekspor dikenai pungutan ekspor yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu pada ayat (3) menyebutkan kegiatan ekspor dan atau impor Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan sejatinya selama ini regulasi ekspor dan impor sudah berjalan termasuk untuk EBT.

Baca Juga: Indef: Pemerintah perlu beri insentif dan konsistensi regulasi untuk dongkrak EBT

"Misalkan ekspor biodiesel, untuk impor yang terkait dengan EBT memang belum ada realisasinya," kata Dadan kepada Kontan.co.id, Senin (1/2).

Dia menambahkan, ekspor sumber EBT lainnya selama ini sulit dilakukan pasalnya termasuk energi lokal dimana pengembangan energi dilakukan di daerah setempat.

Dadan pun belum bisa merinci lebih jauh pengaturan yang akan dilakukan terkait ekspor dan impor sumber ET dalam draft yang ada. Yang terang, ia memastikan pemanfaatan sumber EBT kedepan bakal diprioritaskan untuk dalam negeri.

Sementara itu,  Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma menjelaskan pengaturan ekspor dan impor sumber ET yang termuat dalam draft yang ada bakal berdampak pada daya saing sumber ET yang digunakan untuk ekspor dan untuk pemanfaatan dalam negeri.

Dia mengakui selama ini kebutuhan bahan baku ET untuk ekspor tergolong tinggi. "Dengan legalisasi ini diharapkan dapat didata berapa banyak yang diekspor dan ada konsekuensi yaitu diberlakukan pungutan ekspor," jelas Surya.

Dia menambahkan, nantinya pungutan ekspor yang diperoleh dapat diberlakukan menjadi salah satu sumber dana EBT.

Merujuk draft RUU EBT, Pasal 53 ayat (2) pungutan ekspor Energi Terbarukan memang belum masuk salah satu sumber dana EBT.

Surya mengungkapkan penggunaan pungutan ekspor untuk sumber ET diharapkan mampu mendorong percepatan investasi ET terlebih jika telah ada kepastian hukum dan berusaha. "Sudah banyak yang diekspor tapi tidak ada pungutan apa-apa," ujar dia..

Ia pun menambahkan, untuk impor saat ini sebenarnya juga telah dilakukan salah satunya dalam bentuk pelet biomassa.Menurutnya, penggunaan dalam negeri yang masih minim jadi salah satu penyebab sumber ET ini diimpor.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai perlu ada pembatasan bahkan pelarangan ekspor sumber ET.

Fabby mengungkapkan, pelaksanaan ekspor sebaiknya dilakukan untuk energi yang dihasilkan dan bukan pada bahan baku.

Baca Juga: Komisi VII DPR kebut pembahasan RUU energi baru dan terbarukan (EBT)

"Energinya atau carrier energy-nya, misalnya listrik, gas-gas, misalnya CNG dari proses biomassa, atau hidrogen yang diproduksi dari pembangkit energi terbarukan," kata Fabby, Senin (1/2).

Fabby menuturkan, selama ini praktik ekspor bahan baku sumber ET dilakukan meliputi biomassa, cangkang sawit hingga wood pellet. Kegiatan ekspor ini membuat pemanfaatan sumber ET untuk dalam negeri menjadi minim, hal ini juga membuat harga untuk pasar dalam negeri jadi mahal pasalnya mengikuti indeks yang digunakan untuk pasar ekspor.

"Kalau ekspor diperketat atau dilarang sama sekali justru akan meningkatkan investasi pada sisi pembangkit atau infrastruktur lain yang memerlukan feedstock biomassa tersebut," pungkas Fabby.

Dalam catatan Kontan.co.id,  Komisi VII DPR RI bakal mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menargetkan pembahasan RUU EBT bisa tuntas pada Oktober 2021.

Kata dia, UU EBT menjadi bagian dari program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Pada 25 Januari 2021, Komisi VII sudah menyiapkan naskah akademik dan legal draft RUU EBT.

"Insha Allah bulan Oktober nanti UU EBT akan segera tuntas, menjadi UU baru di Indonesia," kata Sugeng dalam acara daring yang digelar Kamis (28/1).

Selanjutnya: Ditargetkan terbit pada Oktober 2021, begini isi Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×