Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada awal November 2025. Kasus ini memperpanjang daftar gubernur Riau yang terjerat kasus korupsi.
Kini sudah empat gubernur Riau yang terlibat kasus korupsi di era KPK. Belum ada provinsi lain yang memiliki gubernur dengan kasus korupsi hingga empat orang.
Pimpinan KPK, Johanis Tanak membeberkan kronologi penangkapan yang berawal dari istilah 'jatah preman' terhadap Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.
Baca Juga: Haji 2026: Simak Jadwal Lengkap dan Biaya Terbaru Resmi dari Kemenag RI
Menurutnya, penangkapan ini bermula dari laporan pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti tim KPK dengan pengumpulan bahan keterangan di lapangan.
Konstruksi perkara di mulai pada Mei 2025, ketika terjadi pertemuan di Pekanbaru antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau yakni Ferry Yunanda (FRY), dengan enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan wilayah 1 sampai 6.
Pertemuan itu membahas kesanggupan pemberian fee kepada Gubernur AW atas penambahan anggaran yang semula Rp 71,6 miliar, mengalami kenaikan signifikan hingga Rp 177,4 miliar, atau naik Rp 106 miliar. Awalnya, fee yang dibahas sebesar 2,5%.
Namun, saat FRY menyampaikan hasil pertemuan itu kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, MAS yang disebut merepresentasikan AW, permintaan fee naik dua kali lipat menjadi 5% atau setara Rp 7 miliar.
Adapun bagi pejabat yang tidak menuruti perintah tersebut, ancamannya adalah pencopotan atau mutasi dari jabatannya. "Di kalangan Dinas PUPR PKPB Riau, permintaan ini dikenal sebagai istilah jatah preman," ujar Johanis Tanak dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Johanis melanjutkan, seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kemudian menyepakati fee 5% atau Rp 7 miliar tersebut. Kesepakatan ini dilaporkan kepada Kepala Dinas M.A.S. dengan menggunakan kode rahasia "7 batang".
Baca Juga: Kemenkes: 50 Juta Warga Ikuti Cek Kesehatan Gratis Nov 2025, Ini Cara Daftar CKG
Dari kesepakatan itu, KPK mencatat setidaknya telah terjadi tiga kali setoran fee yang diatur MAS dan FRY kepada AW, dengan total mencapai Rp 4,05 miliar dari total janji Rp 7 miliar.
Setoran pertama pada Juni 2025 sebesar Rp 1,6 miliar, di mana Rp 1 miliar dialirkan ke AW melalui DAN selaku tenaga ahli gubernur. Setoran kedua pada Agustus 2025 sebesar Rp 1,2 miliar didistribusikan untuk driver MAS dan proposal kegiatan.
Setoran terakhir pada November 2025, yang memicu OTT, mencapai Rp 1,2 miliar dengan Rp 450 juta dialirkan ke MAS dan Rp 800 juta diduga diberikan langsung kepada AW.
Dalam operasi senyap pada Senin (3/11), tim KPK berhasil menangkap MAS, FRY dan lima Kepala UPT di Riau. Tim juga bergerak cepat mengamankan AW di salah satu kafe di Riau, serta TM orang kepercayaan Gubernur.
“Tim mengamankan sejumlah uang dalam bentuk pecahan asing yakni 9.000 poundsterling dan US$ 3.000 atau jika dikonversi dalam rupiah senilai Rp 800 juta. Sehingga total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap penangkapan ini senilai Rp 1,6 miliar,” tandasnya.
Tonton: Bandara di AS Terancam Lumpuh Imbas Shutdown yang Tak Kunjung Berakhir
Daftar Gubernur Riau terjerat korupsi
Diberitakan Kompas.com, kasus Abdul Wahid menambah panjang daftar Gubernur Riau yang terseret kasus korupsi. Sebelumnya, tiga gubernur lain juga pernah divonis bersalah oleh pengadilan.
1. Saleh Djasit (Gubernur Riau 1998–2003)
Saleh Djasit didakwa menyelewengkan dana APBD Riau tahun 2003 sebesar Rp4,719 miliar dalam pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman dua tahun penjara pada 2009. Negara dirugikan sekitar Rp4,7 miliar akibat perbuatannya.
Baca Juga: Dicicil Rp 1,2 T/Tahun, Utang Kereta Cepat Akan Lunas Pada Tahun Berikut
2. Rusli Zainal (Gubernur Riau 2003–2013)
Rusli Zainal terlibat dalam tiga kasus korupsi, termasuk suap anggota DPRD terkait Perda PON Riau 2012 dan penyalahgunaan wewenang dalam izin hutan tanaman industri.
Ia divonis 14 tahun penjara karena terbukti melakukan suap untuk memuluskan peraturan daerah.
3. Annas Maamun (Gubernur Riau 2014–2019)
Annas Maamun terjerat kasus alih fungsi lahan dan penerimaan suap senilai miliaran rupiah.
Ia terbukti menerima uang dari Gulat Medali Emas Manurung, Edison Marudut, dan Surya Damadi terkait revisi kawasan hutan di Riau.
Pada 2015, Annas dijatuhi 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta, lalu diperberat menjadi 7 tahun setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung.
Selanjutnya: Outlook Industri Batubara 2026: Ada Harapan, Meski Harga Tergantung Suplai-Permintaan
Menarik Dibaca: Tren Fesyen Lokal Berkembang Lewat Pemasaran E-commerce
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













