Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
Laporan tersebut mengatakan, munculnya COVID-19 ditandai dengan campuran "beberapa tindakan awal dan cepat, tetapi juga oleh penundaan, keraguan, dan penolakan.
"Pilihan strategis yang buruk, keengganan untuk mengatasi ketidaksetaraan dan sistem yang tidak terkoordinasi menciptakan campuran beracun yang memungkinkan pandemi berubah menjadi bencana krisis kemanusiaan," ungkap IPPPR.
Ancaman pandemi telah diabaikan dan negara-negara sangat tidak siap untuk menghadapinya, IPPPR menemukan.
Panel tersebut menyayangkan keputusan WHO dengan mengatakan, mereka bisa menyatakan situasi tersebut sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional (PHEIC), tingkat kewaspadaan tertinggi, pada 22 Januari 2020.
Sebaliknya, WHO menunggu delapan hari lagi sebelum melakukannya.
Baca Juga: Ada 6 kasus baru, Taiwan meningkatkan status kewaspadaan penyebaran Covid-19
Namun demikian, mengingat kelambanan relatif negara, "kita mungkin masih berakhir di tempat yang sama," ujar Clark, seperti dilansir Channel News Asia.
Baru pada Maret setelah WHO menggambarkannya sebagai pandemi, istilah yang tidak secara resmi menjadi bagian dari sistem peringatannya, negara-negara tersentak beraksi.
Adapun wabah awal, "jelas ada penundaan di China tetapi ada penundaan di mana-mana," tambah Clark.
Rekomendasi menangani pandemi
Tanpa jeda antara identifikasi pertama di Wuhan dan deklarasi PHEIC kemudian "bulan yang hilang" pada Februari 2020, "kami yakin kita tidak akan melihat pandemi yang semakin cepat. Sesederhana itu," kata Clark.
Panel membuat beberapa rekomendasi tentang bagaimana menangani pandemi saat ini.
Baca Juga: Tambah B.1.617 India, kini ada 4 varian virus corona yang perlu diwaspadai