Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Virus Covid-19 dapat menyebabkan kelainan paru-paru. Menurut para ilmuwan, hasil riset terbaru menunjukkan, kelainan paru-paru itu masih dapat terdeteksi hingga lebih dari tiga bulan.
Riset tersebut memindai 10 pasien Covid-19 di Universitas Oxford, Inggris dengan teknologi terbaru.
Teknologi itu dapat mengidentifikasi kerusakan paru-paru yang tidak tedeteksi oleh pemindaian konvensional.
Teknik ini menggunakan gas yang disebut xenon selama pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) untuk menunjukkan gambar kerusakan paru-paru.
Baca Juga: Adakah pengobatan yang ampuh bagi pasien terinfeksi virus corona?
Spesialis paru-paru mengatakan, tes yang dapat mendeteksi kerusakan jangka panjang ini akan membuat perbedaan besar bagi pasien Covid.
Teknik xenon ini meminta pasien menghirup gas selama pemindaian MRI.
Prof Fergus Gleeson, yang memimpin penelitian ini, mencoba teknik pemindaiannya pada 10 pasien berusia antara 19 dan 69 tahun.
Delapan dari mereka mengalami sesak napas dan kelelahan yang terus-menerus tiga bulan setelah terserang virus corona, meskipun tidak ada dari mereka yang dirawat di perawatan intensif atau memerlukan ventilator.
Baca Juga: Studi terbaru: Virus corona sebabkan kerusakan paru-paru tersembunyi
Pemindaian konvensional juga tidak menemukan masalah pada paru-paru mereka.
Pemindaian menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru-paru - dengan menyoroti area di mana udara tidak mengalir dengan mudah ke dalam darah -pada delapan pasien yang melaporkan sesak napas.
Hasil itu mendorong Prof Gleeson untuk merencanakan uji coba pada hingga 100 orang untuk melihat apakah hal yang sama terjadi juga pada mereka yang terinfeksi, tapi tidak dirawat di rumah sakit dan tidak menderita gejala yang begitu serius.
Baca Juga: Bukan Covid-19, penyakit misterius di India sebabkan ratusan orang dirawat di RS
Dia berencana untuk bekerja dengan sejumlah dokter untuk melakukan pemindaian terhadap orang-orang yang dites positif Covid-19 di berbagai kelompok usia.
Gejala Covid-19 berkepanjangan
Tujuannya adalah untuk menemukan apakah kerusakan paru-paru terjadi dan jika demikian apakah kerusakan itu permanen atau bisa sembuh seiring waktu.
"Saya menduga akan melihat beberapa bentuk kerusakan paru-paru, tetapi tidak seperti yang sudah kita lihat," katanya.
Baca Juga: Cara menyembuhkan kemampuan indra penciuman yang hilang akibat corona
Risiko penyakit parah dan kematian meningkat tajam pada orang yang berusia di atas 60 tahun. Tetapi menurut Prof Gleeson, jika percobaan menemukan bahwa kerusakan paru-paru terjadi pada kelompok usia yang lebih luas dan bahkan pada mereka yang tidak memerlukan perawatan rumah sakit itu akan mengubah apa yang sebelumnya kita ketahui.
Dia percaya kerusakan paru-paru yang teridentifikasi oleh pemindaian xenon mungkin menjadi salah satu faktor di balik gejala Covid yang lama, yang membuat orang merasa tidak sehat selama beberapa bulan setelah terinfeksi.
Teknik pemindaian ini dikembangkan oleh kelompok penelitian di Universitas Sheffield yang dipimpin oleh Prof James Wild yang mengatakan pemindaian itu menawarkan cara "unik" untuk menunjukkan kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi Covid-19 dan efek sampingnya.
Baca Juga: IDI: Sepanjang pandemi, ada 342 petugas medis wafat karena Covid-19
"Dalam penyakit paru-paru fibrotik lainnya, kami telah melihat metode ini sangat sensitif untuk mendeteksi gangguan yang ada dan kami berharap metode ini dapat membantu memahami penyakit paru-paru Covid-19."
Dr Shelley Hayles adalah dokter umum yang berbasis di Oxford yang terlibat dalam persiapan uji coba.
Dia percaya bahwa hingga 10 persen dari mereka yang menderita Covid-19 mungkin mengalami beberapa bentuk kerusakan paru-paru yang menyebabkan gejala yang berkepanjangan. "Sekarang, lebih dari satu seperempat juta orang telah terinfeksi - dan 10% di antaranya adalah jumlah yang banyak," katanya.
Baca Juga: Anosmia jadi gejala virus corona, inilah penyebab dan cara diagnosisnya
"Ketika staf medis memberi tahu pasien bahwa mereka tidak tahu apa yang salah dengan mereka dan mereka tidak tahu bagaimana menilai gejala yang dialami pasien, itu sangat membuat stres. Pada kebanyakan pasien, meskipun beritanya tidak bagus, mereka menginginkan diagnosis," paparnya.
Tim Clayden mengamini hal itu. Ia menghabiskan ulang tahunnya yang ke-60 di Rumah Sakit John Radcliffe di Oxford dengan gejala Covid yang begitu parah sehingga dia yakin dia akan mati. Untungnya dia sembuh tetapi sampai saat ini ia terus merasa lelah.
Tim frustrasi karena tidak tahu mengapa dia tidak pulih sepenuhnya. Ia mengaku khawatir sekaligus lega saat menerima salah satu hasil pemindaian Prof Gleeson yang menunjukkan bahwa paru-parunya rusak. "Sangat membantu untuk mengetahui bahwa ada masalah dengan paru-paru Anda," katanya.
"Sekarang saya tahu apa yang terjadi. Saya tahu asal muasalnya. Yang saya tidak tahu, karena belum ada yang tahu, apakah kerusakan itu permanen atau akan berlalu. Tapi saya lebih suka mengetahui ini daripada tidak tahu."
Baca Juga: Satgas Covid-19 dorong masyarakat tetap disiplin terapkan protokol kesehatan
Dr Samantha Walker, direktur penelitian dan inovasi di Asthma UK dan British Lung Foundation, mengatakan, iIni adalah penyelidikan yang menarik dan penting agar kerusakan paru-paru pasca Covid-19 dilihat lebih jauh dan dalam skala yang lebih besar.
"Jika penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa kerusakan paru-paru terjadi, itu dapat memungkinkan pengembangan tes yang dapat mengukur kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh Covid-19, yang akan membuat perbedaan besar bagi banyak orang dengan gejala pernapasan yang lama dan juga memungkinkan perawatan khusus dikembangkan. "
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Teknologi Ini Tunjukkan Pasien Covid-19 Alami Kelainan Paru Hingga 3 Bulan"
Editor : Gloria Setyvani Putri
Selanjutnya: Bukan hanya gejala corona, ini penyebab lain kehilangan indra penciuman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News