kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UMKM inginkan kebijakan yang tidak memberatkan dalam aturan turunan UU Cipta Kerja


Sabtu, 23 Januari 2021 / 17:40 WIB
UMKM inginkan kebijakan yang tidak memberatkan dalam aturan turunan UU Cipta Kerja

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terkait aturan turunan dari Undang-Undang (UU) No 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja pemerintah diminta menyusun aturan yang tidak memberatkan bagi pelaku UMKM.

Adapun tujuan dari UU Cipta Kerja dinilai Kolaborasi Masyarakat Usaha Kecil Menengah Indonesia (KOMNAS UKM) patut diapresiasi. Hanya saja efektivitas dari tujuan UU Cipta Kerja tergantung dari perumusan Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja. Dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang telah diunggah pemerintah di website, dinilai KOMNAS UKM belum menampung sepenuhnya aspirasi dari usaha mikro kecil.

"Kami melihat bahwa perumusan Peraturan Pemerintah belum sepenuhnya menampung aspirasi Usaha Mikro Kecil, bahkan dalam beberapa hal justru bersifat kontra produktif," jelas Ketua Umum Kolaborasi Masyarakat Usaha Kecil Menengah Indonesia (KOMNAS UKM) Sutrisno Iwantono dalam diskusi daring pada Kamis (21/1).

Adapun hal yang dinilai kontra produktif dengan aspirasi UMKM diantaranya mengenai kewajiban bagi usaha kecil dan mikro untuk membayar pesangon kepada karyawan dengan besaran yang hingga saat ini belum jelas hitungannya.

Baca Juga: Alokasi dana PEN belum dongkrak kredit, begini kata bankir

"Kami meminta kepastian bahwa pesangon tidak merupakan kewajiban bagi usaha mikro dan kecil, melainkan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Demikian juga mengenai besaran upah juga didasarkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja," jelasnya.

Hal tersebut berdasarkan bahwa faktanya usaha mikro dan kecil pasti tidak akan mampu mengkuti peraturan yang berlaku bagi usaha menengah dan besar. Kemudian terkait, beban biaya dan pungutan Sutrisno menyampaikan agar diringankan seperti misalnya sertifikasi halal. Kewajiban sertifikasi halal bagi usaha kecil untuk semua jenis barang/produk tentu sangat memberatkan bagi usaha mikro kecil.

Demikian juga dengan sanksi yang dikenakan kepada pelaku usaha yang melakukan kemitraan haruslah wajar. Sanksi diminta jangan sampai menghambat keinginan pelaku usaha untuk bermitra dengan UMKM.

"Kami juga meminta agar asosiasi-asoasi usaha mikro, kecil dan menengah dari berbagai sektor ekonomi dapat dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan dan program-program pemerintah agar aspirasi UMKM dapat ditampung sesuai dengan permasalahan riil dilapangan," tegasnya.

Untuk koperasi juga diharapkan dapat diberikan kemudahan berusaha secara khusus dan didukung dengan fasilitas pembiayan yang kongkrit, tak sekedar normatif. Serta perlu adanya alokasi sumber pembiayaan yang jelas bagi koperasi usaha mikro, kecil dan menengah.

Aturan turunan tersebut juga diminta menampung tentang kemudahan atau penyederhanaan administrasi perpajakan bagi usaha mikro dan Kecil dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Mengenai investasi, Sutrisno menambahkan usaha kecil dan menengah harus mendapatkan perlindungan dari persaingan dengan usaha skala besar dan usaha asing. Adapun saat ini invetasi diatas Rp 10 miliar terbuka oleh asing, hal tersebut dinilai merugikan bagi usaha kecil dan menengah.

"Kita mengusulkan agar besar Rp 10 miliar tersebut ditingkatkan, paling tidak Rp 25 miliar, dengan pengecualian diperbolehkan dibawah Rp 25 miliar tetapi wajib bermitra dengan usaha kecil," ujarnya.

Demikian juga sektor-sektor usaha seharusnya tidak dibuka terlalu lebar bagi usaha asing. Sektor restoran kecil, kedai minuman, akomodasi harian hotel atau penginapan kecil dan akomodasi harian, Sutrisno mengatakan seharusnya jangan dibuka untuk usaha besar dan asing.

Dewi Meisari Co Founder ukmindonesia.id menambahkan, perlu juga diatur mengenai adanya jaminan perlindungan sosial bagi pelaku usaha mikro. Dewi mengungkap usaha mikro dan ultra mikro yang jumlahnya sangat besar di Indonesia tak hanya memerlukan pemberdayaan ekonomi saja.

"Paradigma untuk kalangan ultra mikro ini bisa ditambahkan. Selain paradigma pemberdayaan ekonomi juga bisa menambahkan paradigma social security atau perlindungan sosial juga itu yang perlu. Kita pahami sama-sama karena ultra mikro Ini kebanyakan self employment, rentan, sehingga paradigma perlindungan sosial perlu dipertegas juga," tegas Dewi.

Selanjutnya: Kemenkeu akan tempuh sejumlah langkah strategis ini untuk ungkit ekonomi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×