kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Tahun Ini Serapan Gas Khusus Industri Diproyeksi Bakal Membaik


Senin, 17 Januari 2022 / 08:15 WIB
Tahun Ini Serapan Gas Khusus Industri Diproyeksi Bakal Membaik

Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha penerima manfaat Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) optimistis terjadi peningkatan serapan untuk tahun ini. Kementerian ESDM mencatat realisasi serapan gas untuk 7 sektor industri per 2021 mencapai 81,08% atau setara 1.006,23 Billion British Thermal Unit Day (BBTUD) dari alokasi sebesar 1.241,00 BBTUD.

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengungkapkan, secara umum serapan oleh perusahaan penerima HGBT sejatinya hampir mendekati volume dengan utilisasi penuh.

Kendati demikian, masih ada sejumlah kendala antara lain adanya industri khususnya di Jawa Bagian Timur yang menerima volume harga gas khusus di bawah alokasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 134 Tahun 2021. Terkendalanya pasokan ini pun membuat sejumlah perusahaan terpaksa harus membeli sisa volume gas dengan harga yang jauh lebih mahal.

Kendati demikian, Yustinus menilai serapan di tahun 2022 berpotensi meningkat dengan sejumlah catatan perbaikan. "Volume alokasi (gas) Jatim dan juga area lainnya (yang masuk) HGBT mampu dialirkan sesuai alokasi Kepmen," kata Yustinus kepada Kontan, Minggu (16/1).

Baca Juga: Hasil Eksplorasi Pertamina EP, Temukan Cadangan Minyak Baru di Jambi

Yustinus menambahkan, perusahaan-perusahaan yang memang masuk dalam 7 sektor industri penerima manfaat perlu mendapatkan kepastian harga gas khusus tersebut. Selain itu perlu ada perluasan penerima manfaat bagi sektor industri lainnya.

Apalagi, alokasi harga gas khusus ini dinilai memberikan momentum pemulihan ekonomi khususnya untuk industri manufaktur. Perluasan penerima manfaat bagi sektor industri lainnya dinilai bakal menguatkan sinergi. "(Dengan penambahan industri) peningkatan serapan 2022 diperkirakan sekitar 5% hingga 10% meski baseline 2021 sudah cukup bagus," ujar Yustinus.

Peningkatan serapan gas sektor industri juga dinilai Yustinus bakal kian meningkatkan investasi. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengungkapkan, serapan gas dari sektor industri keramik per akhir 2021 sejatinya telah mencapai 84% dari alokasi dalam Kepmen ESDM Nomor 134 Tahun 2021. 

Bahkan, utilisasi industri keramik per 2021 tercatat mencapai level 75% atau tertinggi sejak tahun 2015 lalu. Utilisasi industri keramik di awal Januari 2022 pun dipastikan terus meningkat. Sayangnya, peningkatan ini terkendala dengan pasokan gas untuk industri di Jawa Bagian Timur yang hanya bisa menggunakan maksimum 50% dari alokasi.

"Tingkat utilisasi diawal Januari 2022 sudah berhasil meningkat lagi ke 80%," jelas Edy kepada Kontan, Minggu (16/1).

Edy menambahkan, pihaknya cukup optimistis dengan peningkatan industri keramik dalam negeri. Hal ini tercermin dari tambahan kapasitas produksi sepanjang 2021 yang mencapai 13 juta m². Ini membuat kapasitas terpasang industri keramik di 2021 mencapai 551 juta m2 per tahun.

Peningkatan investasi ini pun dibarengi pula dengan jumlah produksi keramik yang bertumbuh hingga 35%. Per 2020 produksi keramik tercatat sebesar 304 juta m2 dan meningkat menjadi 400 juta m2 hingga 410 juta m2 di tahun 2021.

"Asaki memiliki optimisme untuk tahun 2022 tingkat utilisasi bisa meningkat dari 75% ke 85% seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan target pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5% hingga 5,2% di tahun 2022," kata Edy.

Ketua Cluster Flat Product and Executive Committee The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Melati Sarnita mengungkapkan, masih ada sejumlah kendala serapan gas yang dialami pelaku industri baja nasional pada semester I 2021.

Sejumlah kendala tersebut, antara lain kurangnya volume pasokan yang hanya mencapai 60% hingga 80% dari total kebutuhan. Kondisi ini membuat pelaku usaha harus membayar sisa pasokan gas dengan harga normal.

"Produksi baja masih berfluktuatif akibat Pandemi Covid 19, sehingga diperlukan dukungan terkait pembayaran penggunaan dan tidak diberlakukan surcharge harian atau bulanan," kata Melati kepada Kontan, Minggu (16/1).

Melati memastikan, asosiasi telah menyampaikan kendala ini kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM. Meskipun kendala pasokan terjadi, Melati memastikan perbaikan kinerja terus dilakukan oleh industri baja. Hal ini pun juga berkat penerapan harga gas US$ 6 per MMBTU oleh pemerintah.

Baca Juga: SKK Migas: Realisasi Pasokan Gas Untuk Domestik dalam 5 Tahun Terakhir di Atas 58%

Adapun, sejumlah perbaikan tersebut tercermin dari peningkatan produksi baja dari 10,9 juta ton pada 2019 menjadi 12,9 juta ton pada 2020 atau terkerek 18,6%.

Peningkatan juga tercermin dari volume ekspor produk baja yang naik dari 3,3 juta ton pada tahun 2019 menjadi 3,5 juta ton pada tahun 2020. Selain itu,  utilisasi rata rata industri baja nasional 2020 meningkat mencapai 57% yang sebelumnya di tahun 2019 hanya 43%.

Selanjutnya, volume impor baja turun dari 8,4 juta ton  pada tahun 2019 menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2020. Kendati demikian, untuk tahun 2021 khususnya hingga bulan Oktober ini IISIA mengakui terjadi peningkatan volume impor sebesar 23%. Peningkatan impor ini berdampak pada penurunan utilisasi yang secara rata-rata hanya sebesar 40%.

"Selanjutnya, agar kinerja industri baja ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan lebih lanjut maka masih diperlukan kebijakan industri yang lebih berpihak kepada industri nasional antara lain kebijakan Trade Remedies, Substitusi Impor melalui penerapan neraca komoditas, Penerapan SNI Wajib," pungkas Melati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×