kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejauh mana relaksasi bagi wajib pajak bandel bisa tingkatkan kepatuhan?


Sabtu, 27 Februari 2021 / 22:20 WIB
Sejauh mana relaksasi bagi wajib pajak bandel bisa tingkatkan kepatuhan?

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan sejumlah relaksasi atas sanksi administrasi wajib pajak (WP). Tujuannya untuk mendorong wajib pajak nakal melunasi kewajiban perpajakan, sebab pemerintah sudah memberikan tarif sanksi administrasi yang lebih rendah.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beleid ini berlaku per tanggal 2 Februari 2021. 

Secara rinci, relaksasi sanksi administrasi wajib pajak nakal tersirat dalam Bab V tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Untuk Kemudahan Berusaha. Lebih lanjut, setidaknya ada tiga jenis pelanggaran wajib pajak yang diberikan relaksasi oleh pemerintah. 

Baca Juga: Inilah risiko beli rumah dengan KPR DP 0%

Pertama, perubahan sanksi administrasi dalam pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan (SPT) pada saat pemeriksaan dari 50% menjadi tarif bunga berdasarkan suku bunga acuan dengan jangka waktu maksimal 24 bulan.

Kedua, sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran setelah pemeriksaan bukti permulaan, dari 150% menjadi 100%. Ketiga, permintaan penghentian tidak pidana di bidang perpajakan dari denda sebesar empat kali jumlah pajak, menjadi tiga kali jumlah pajak. 

“Terlambat kena sanksi yang kena sanksi tapi tidak sebesar seperti sekarang. Tingkat kesalahan mereka betulkan sendiri sanksinya lebih murah, karena kita menjunjung sistem pajak self assessment,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo saat Konferensi Pers Kebijakan Perpajakan dalam UU Cipta Kerja, beberapa waktu lalu.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan perubahan sanksi dalam PP 9/2021 sudah tepat mengingat arah kebijakan pemerintah dalam UU Cipta Kerja memang ditujukan untuk memberikan kemudahan berusaha dan kepastian.

Baca Juga: Prediksi diler, ini harga mobil baru Toyota Avanza, Rush dll pajak PPnBM 0 persen

Menurutnya, perubahan sanksi administrasi pajak jadi lebih proporsional dan tidak berlebihan. Terlebih, mekanisme pengungkapan merupakan bentuk keinginan sendiri dari wajib pajak untuk memperbaiki laporan pajak yang sudah dilakukan. 

“Artinya, adanya itikad baik dari wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perlu dibedakan dan di-reward dengan sanksi yang lebih ringan. Dengan demikian akan timbul kepercayaan, sehingga kesadaran wajib pajak diharapkan dapat tumbuh,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Jumat (26/2).

Sejalan, Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan hal tersebut akan efektif mendorong kepatuhan secara sukarela. Kata Fajry konsep lama yang menyebutkan bahwa kepatuhan akan meningkat jika sanksinya besar telah usang. 

Karenanya di banyak negara, teori tersebut telah gagal dan ditinggalkan. Sebab, kini berada di era kepatuhan sukarela. 

Baca Juga: Imbal hasil lender di fintech lending ditentukan hal-hal ini

“Penurunan sanksi ini dapat menjadi insentif bagi wajib pajak untuk patuh secara sukarela,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Jumat (26/2).

Adapun dalam aturan saat ini, sebetulnya jika wajib pajak kurang bayar atau tidak melunasi, maka terdapat mekanisme serangkaian penagihan pajak. 

Selain itu, terdapat pula mekanisme untuk mengajukan pengurangan sanksi perpajakan. Apabila wajib pajak masih tidak puas dengan surat ketetapan pajak (SKP) yang diterbitkan, wajib pajak juga dapat mengajukan keberatan sesuai dengan kasus yang dihadapi dan apabila memenuhi ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya: Realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 68,5 triliun pada Januari lalu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×