Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas partai politik mengusulkan tarif program pengampunan pajak atau tax amnesty lebih rendah dari yang diajukan oleh pemerintah. Tujuannya, agar program tersebut diikuti banyak wajib pajak.
Rencana agenda program pengampunan pajak tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Panitia Kerja (Panja) RUU KUP di Komisi XI DPR RI.
Dalam beleid tersebut pemerintah mengusulkan dua skema program pengampunan pajak. Skema pertama, ditujukan kepada WP peserta tax amnesty 2016-2017. Alumni peserta tax amnesty tersebut dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.
Harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 15%.
Baca Juga: Diskon PPnBM diperpanjang hingga Desember, Toyota antisipasi tingginya permintaan
Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Selain itu para alumni tax amnesty lima tahun lalu juga dibebaskan dari sanksi administrasi.
Fraksi Partai Golkar meminta tarif pada skema program pengampunan pajak diturunkan menjadi 6% dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5%. Keduanya meminta tarif yang lebih rendah agar bisa menjadi pemacu bagi wajib pajak (WP) untuk ikut program Kebijakan I Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.
Kemudian, Fraksi Gerindra dan Fraksi Nasdem serempak meminta tarif 6% bagi wajib pajak yang kurang mengungkapkan harta bersihnya dan 10% untuk wajib pajak yang belum mengungkapkan harta bersihnya pada tax amnesty 2016-2017. Tujuannya untuk menjadi pembeda antara WP yang kurang mengungkapkan dan yang belum mengungkapkan harta bersih.
Dengan alasan yang sama, Fraksi Partai Demokrat berharap tarif 10% untuk WP yang kurang mengungkapkan harta bersih, dan 15%% bagi WP yang belum mengungkapkan harta bersih.
Selanjutnya, untuk harta alumni tax amnesty 2016-2017 yang telah diinvestasikan di SBN, parlemen juga meminta tarif lebih kecil. Fraksi Golkar minta 5%, Fraksi PKB 3,5%, Fraksi Gerindra 5% dan 8,5%, Fraksi Nasdem 5% dan 8%, serta Fraksi Demokrat 7,5% dan 12,5%.
Baca Juga: DPR sahkan RUU perjanjian MLA Indonesia - Rusia
Dua tarif yang diusulkan Fraksi Gerindran, Fransi Nasdem, dan Fraksi Demokrat sama-sama beralasan menggunakan tarif rendah bagi WP yang kurang mengungkapkan hartanya dalam SBN, dan tarif tinggi untuk yang belum mengungkapkan hartanya dalam SBN. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak merekomendasikan tarifnya, tapi meminta agar pemerintah membuat tarif lebih beragam memperhatikan preferensi WP dan kepentingan pemerintah dalam memperoleh tambahan investasi.
Skema kedua, program pengampunan pajak/tax amnesty yang diusulkan pemerintah dalam RUU KUP yakni merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh WP sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019.
Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019. Lebih lanjut pasal tersebut juga mengatur, WP orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019.
Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.
Adapun untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi pajak.
Untuk skema kedua, PDIP minta lebih beragam, Fraksi Golkar minta 9%, Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi Demokrat 12%, Fraksi PKB 10%. Sementara, untuk WP yang baru mengikuti program pengampunan pajak dengan harta yang telah diinvestasikan di SBN, PDIP minta lebih beragam, Fraksi Golkar minta 7%, Fraksi Nasdem 10%, Fraksi PKB 7,5%, Fraksi Demokrat dan Gerindra 10%.
Sementara itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sepakat degan usulan pemerintah di 15% dan 12% untuk WP yang investasikan hartanya di SBN. Lalu tarif 30% dan 20% untuk skema pengampunan pajak kedua.
Alhasil, dari total 9 Fraksi-Fraksi Panja RUU KUP, hanya Fraksi PKS yang menolak usulan Tax Amnesty atau Program Pengampunan Pajak, alasannya karena dapat mengurangi tingkat kepercayaan WP terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca Juga: Kader PDI-P yang ikut-ikutan deklarasi capres 2024 bakal diberi sanksi
Namun demikian, sebagai catatan, Faksi Gerindra menilai jika agenda tersebut digelar perlu jaminan pemerintah bahwa dapat meningkatkan penerimaan perpajakan dan rasio perpajakan, serta mampu mencapai target yang ditetapkan, dan tidak mengulangi kegagalan tax amnesty pada 2016-2017.
Sebab, pada tax amnesty 2016-2017 kurang maksimal dalam mencapai target. Karenanya hanya terdapat 956.793 wajib pajak yang ikut serta tax amnesty, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan WP wajib lapor SPT yang mencapai 20,1 juta dari jumlah WP yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 32,7 juta.
Sementara, nilai harta yang diungkapkan sebesar Rp 4.854,63 triliun, yang berasal dari dalam negeri Rp 3.676 triliun dan luar negeri Rp 1.036 triliun. Namun nilai repatriasi pajak hanya sebesar Rp 147 triliun atau setara 14,7% dari target Rp 1.000 triliun.
Oleh karenanya, Gerindra menimbang mestinya pemerintah menegakkan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, ketimbang menggelar tax amnesty kembali. Sehingga, Gerindra menilai wajar jika pemerintah musti menjamin pengampunan pajak yang diusung dalam RUU KUP bisa efektif.
Di samping itu, Fraksi Partai Golkar juga mengkaji bahwa perlu adanya formulasi tarif dalam program pengampunan pajak. Sebab, tarif yang terlalu tinggi berpotensi menurunkan minat partisipasi WP secara sukarela.
Selanjutnya: DPR sahkan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota BPK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News