kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sebagian besar parpol usulkan tarif tax amnesty lebih rendah dari RUU KUP


Rabu, 22 September 2021 / 07:55 WIB
Sebagian besar parpol usulkan tarif tax amnesty lebih rendah dari RUU KUP

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas partai politik mengusulkan tarif program pengampunan pajak atau tax amnesty lebih rendah dari yang diajukan oleh pemerintah. Tujuannya, agar program tersebut diikuti banyak wajib pajak.

Rencana agenda program pengampunan pajak tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Panitia Kerja (Panja) RUU KUP di Komisi XI DPR RI. 

Dalam beleid tersebut pemerintah mengusulkan dua skema program pengampunan pajak. Skema pertama, ditujukan kepada WP peserta tax amnesty 2016-2017. Alumni peserta tax amnesty tersebut dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung  sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait  dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 15%.

Baca Juga: Diskon PPnBM diperpanjang hingga Desember, Toyota antisipasi tingginya permintaan

Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Selain itu para alumni tax amnesty lima tahun lalu juga dibebaskan dari sanksi administrasi.

Fraksi Partai Golkar meminta tarif pada skema program pengampunan pajak diturunkan menjadi 6% dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5%. Keduanya meminta tarif yang lebih rendah agar bisa menjadi pemacu bagi wajib pajak (WP) untuk ikut program Kebijakan I Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.

Kemudian, Fraksi Gerindra dan Fraksi Nasdem serempak meminta tarif 6% bagi wajib pajak yang kurang mengungkapkan harta bersihnya dan 10% untuk wajib pajak yang belum mengungkapkan harta bersihnya pada tax amnesty 2016-2017. Tujuannya untuk menjadi pembeda antara WP yang kurang mengungkapkan dan yang belum mengungkapkan harta bersih.

Dengan alasan yang sama, Fraksi Partai Demokrat berharap tarif 10% untuk WP yang kurang mengungkapkan harta bersih, dan 15%% bagi WP yang belum mengungkapkan harta bersih.

Selanjutnya, untuk harta alumni tax amnesty 2016-2017 yang telah diinvestasikan di SBN, parlemen juga meminta tarif lebih kecil. Fraksi Golkar minta 5%, Fraksi PKB 3,5%, Fraksi Gerindra 5% dan 8,5%, Fraksi Nasdem 5% dan 8%, serta Fraksi Demokrat 7,5% dan 12,5%.

Baca Juga: DPR sahkan RUU perjanjian MLA Indonesia - Rusia

Dua tarif yang diusulkan Fraksi Gerindran, Fransi Nasdem, dan Fraksi Demokrat sama-sama beralasan menggunakan tarif rendah bagi WP yang kurang mengungkapkan hartanya dalam SBN, dan tarif tinggi untuk yang belum mengungkapkan hartanya dalam SBN. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak merekomendasikan tarifnya, tapi meminta agar pemerintah membuat tarif lebih beragam memperhatikan preferensi WP dan kepentingan pemerintah dalam memperoleh tambahan investasi.

Skema kedua, program pengampunan pajak/tax amnesty yang diusulkan pemerintah dalam RUU KUP yakni merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh WP sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019.

Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019. Lebih lanjut pasal tersebut juga mengatur, WP orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019.

Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.



TERBARU

×