Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) mengutuk dua insiden rasis baru yang melibatkan simbol kebencian di kapal perang, yang menurut sumber termasuk tali yang ditinggalkan di tempat tidur seorang pelaut kulit hitam.
Insiden, yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, menggarisbawahi keprihatinan mendalam tentang rasisme di jajaran Angkatan Laut AS.
Kasus-kasus itu muncul ketika para pemimpin Pentagon menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menunjukkan kemajuan dalam memerangi ekstremisme, setelah anggota militer dan mantan tentara diketahui telah berpartisipasi dalam pengepungan gedung Capitol pada 6 Januari lalu.
Dalam satu kasus yang sedang diselidiki oleh Naval Criminal Investigative Service (NCIS), grafiti ujaran kebencian ditemukan di kamar mandi di atas kapal induk USS Carl Vinson.
Baca Juga: USS Gerald R. Ford siap bertugas, kapal induk terbaru AS seharga Rp 180 triliun
NCIS juga sedang menyelidiki insiden jerat di atas kapal penjelajah berpeluru kendali USS Lake Champlain. Dua pejabat yang berbicara tanpa menyebut nama mengonfirmasi perinciannya.
Mengurangi kemampuan militer
Meskipun tidak memberikan perincian insiden tersebut, Kepala Operasi Angkatan Laut AS Laksamana Mike Gilday memperingatkan dalam sebuah pesan pada Selasa (9/2), perpecahan rasial di barisan mengurangi kemampuan militer untuk melindungi negara.
"Jika pertama-tama kita harus mempertanyakan maksud dari rekan sekapal yang berjaga-jaga bersama kita, sekarang, dan terutama, saat menembak, kita akan gagal saat Bangsa membutuhkan kita dalam pertempuran," tegas Gilday, seperti dikutip Reuters.
Pesan Gilday datang beberapa hari setelah Lloyd Austin, Menteri Pertahanan AS kulit hitam pertama, memerintahkan penghentian seluruh militer termasuk aktivitas reguler untuk mengatasi nasionalisme kulit putih dan ekstremisme lainnya.
Baca Juga: Di Laut China Selatan, 2 kelompok serang kapal induk AS kembali gelar latihan perang
Gilday mengakui, mengatasi ekstremisme adalah masalah kepemimpinan. Dan, "Kita memilikinya," sebut dia.
"Beberapa pelaut mungkin berpikir, suara mereka tidak penting saat ini, atau merasa frustrasi karena ingin dilihat dan didengar. Tapi, biar saya perjelas, setiap suara Anda penting," tegasnya.
“Kegagalan ini adalah salah satu upaya kami untuk mendengarkan, belajar, dan meningkatkan,” imbuh Gilday.
Reuters pertama kali melaporkan bulan lalu, hampir sepertiga dari tentara kulit hitam AS melaporkan mengalami diskriminasi rasial, pelecehan, atau keduanya selama periode 12 bulan, menurut hasil survei Departemen Pertahanan.
Selanjutnya: Laut China Selatan panas lagi, kapal perang AS dekati kepulauan yang diklaim China
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News