kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.501.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.730   -55,00   -0,33%
  • IDX 8.647   2,68   0,03%
  • KOMPAS100 1.194   -2,61   -0,22%
  • LQ45 847   -5,47   -0,64%
  • ISSI 309   -0,04   -0,01%
  • IDX30 437   -2,15   -0,49%
  • IDXHIDIV20 510   -4,16   -0,81%
  • IDX80 133   -0,62   -0,47%
  • IDXV30 139   0,36   0,26%
  • IDXQ30 140   -0,77   -0,54%

Petani Sawit Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor untuk Biayai B50, Ini Alasannya


Rabu, 31 Desember 2025 / 03:15 WIB
Petani Sawit Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor untuk Biayai B50, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Petani sawit menolak rencana kenaikan pungutan ekspor CPO pada 2026 untuk membiayai biodiesel B50 karena dinilai menekan harga TBS. (ANTARA FOTO/AKBAR TADO)

Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Selain itu, kebijakan bauran biodiesel dinilai perlu mengadopsi konsep fleksiblending, dengan B30 sebagai batas minimum. Penyesuaian tingkat blending dapat dilakukan secara dinamis sesuai kondisi harga CPO dan energi fosil.

“Dalam kondisi harga CPO meningkat signifikan dan berpotensi membebani subsidi, tingkat pencampuran biodiesel dapat diturunkan ke batas minimum tersebut,” jelas Darto.

Sebaliknya, ketika harga CPO melemah dan harga minyak fosil meningkat, bauran biodiesel dapat dinaikkan secara bertahap ke B40 atau lebih tinggi guna meningkatkan daya saing biodiesel dan memperluas serapan CPO domestik.

Lebih lanjut, POPSI menilai peningkatan bauran biodiesel seharusnya dikaitkan langsung dengan kinerja produksi dan produktivitas sawit nasional.

“Seiring perbaikan produktivitas dan kenaikan produksi CPO nasional, misalnya menuju 50 juta ton hingga 60 juta ton per tahun, maka peningkatan bauran biodiesel bisa menjadi pilihan,” ujar Darto.

Melalui pendekatan tersebut, program biodiesel diharapkan tidak hanya menjadi instrumen transisi energi, tetapi juga mampu menopang stabilitas sektor sawit dan meningkatkan nilai tambah domestik secara lebih seimbang bagi petani, industri, dan negara.

Tonton: Outlook Industri Migas 2026: Investasi Dikejar, Target Lifting Diuji Lapangan Tua

POPSI menegaskan bahwa BPDP tidak boleh menjadi satu-satunya penanggung biaya B50. Petani sawit mendorong adanya pembagian beban yang jelas antara BPDP, negara, dan peningkatan efisiensi industri agar dana petani tetap terlindungi.

“Pemerintah kerap menyebut penghematan devisa dari program biodiesel mencapai Rp 135 triliun per tahun. Karena itu, skema pembagian beban menjadi hal yang mendesak untuk diputuskan,” tandas Darto.

Kesimpulan

Petani sawit menolak rencana kenaikan pungutan ekspor CPO untuk membiayai mandatori biodiesel B50 karena dinilai akan langsung menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) dan menggerus pendapatan petani. POPSI menilai ketergantungan pembiayaan B50 pada BPDP tidak berkelanjutan, mengingat dana tersebut kian menipis dan sejumlah program petani terancam tersendat. Sebagai alternatif, petani mengusulkan subsidi biodiesel yang lebih terarah untuk sektor PSO, penerapan skema fleksiblending biodiesel yang adaptif terhadap harga CPO dan energi fosil, serta pembagian beban pembiayaan yang lebih adil antara negara, BPDP, dan industri. Pendekatan ini dinilai dapat menjaga stabilitas sektor sawit sekaligus memastikan manfaat program biodiesel lebih seimbang bagi petani, industri, dan negara.

Selanjutnya: Tiket Pesawat Nataru Turun, Tarif Lebih Murah hingga 10 Januari 2026

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

×