Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian memastikan bahwa guna memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri, pintu impor harus dibuka lebar-lebar.
Hal itu terungkap dari rapat kerja Kementerian Pertanian bersama Komisi IV DPR RI pada Selasa (22/3/2022).
Data Prognosa Neraca Komoditas Pangan Strategis Kementerian Pertanian yang dipaparkan dalam rapat kerja tersebut menunjukkan, produksi kedelai dalam negeri hanya mampu menutupi tak sampai 10 persen dari total kebutuhan nasional pada 2022.
Dalam data tersebut, pemerintah memproyeksikan produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 200.315 ton. Sementara itu, kebutuhan kedelai dalam negeri diperkirakan mencapai 2.983.511 ton pada tahun ini.
Baca Juga: Kementan Jamin Stok 12 Komoditi Pangan Aman Jelang Ramadan dan Lebaran
Itu artinya, produksi kedelai dalam negeri tahun ini diperkirakan hanya sekitar 6,8 persen dari kebutuhan nasional.
Kebutuhan impor kedelai paling tinggi
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun mengakui bahwa kran impor perlu dibuka lebar untuk kedelai.
Stok awal kedelai dari tahun 2021 sebesar 190.970 ton jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Berdasarkan perhitungan data prognosa, kebutuhan impor kedelai pada tahun ini diperkirakan tembus 2.842.226 ton.
Sementara itu, komoditas lain yang perlu diimpor yakni bawang putih, daging sapi, dan gula konsumsi, kebutuhan impornya hanya di kisaran ratusan ribu ton.
Sebagai gambaran, pemerintah memproyeksikan impor bawang putih sebesar 366.900 ton, gula konsumsi 234.692 ton, dan daging sapi 134.356 ton.
Lemahnya produksi kedelai dalam negeri
Syahrul Yasin Limpo mengungkap alasan produksi kedelai dalam negeri masih sangat lemah, sehingga Indonesia ketergantungan impor.
Baca Juga: Jaga Harga Kedelai Stabil, Kemendag Rayu Importir Tetap Jaga Ketersediaan
Menurutnya, struktur harga yang ada saat ini tak menguntungkan bagi petani apabila mereka menanam kedelai.
“Kita tergantung lebih dari 12 tahun impor kedelai karena harga (kedelai) luar Rp 5.000-an (per kilogram), sementara petani kita tidak bisa untung kalau (menjual kedelai) di bawah Rp 7.000,” kata Syahrul.
Ia menambahkan, saat ini, 1 hektare lahan hanya dapat menghasilkan kedelai dengan rata-rata bobot sekitar 1,5 ton. Itu artinya, setiap hektare lahan yang ditanami kedelai bernilai sekitar Rp 13 juta saja.
Kalah bersaing
Syahrul menjadikan jagung sebagai komoditas bandingan betapa struktur harga kedelai saat ini tidak menguntungkan para petani.
“Sementara kalau jagung dia tanam, 1 hektarnya bisa 5 ton paling sedikit. Dengan harga Rp 5.000 juga dia bisa hasilkan di atas Rp 20 juta. Ongkos produksinya kurang lebih Rp 7-8 juta, tapi hasilnya lebih banyak. Makanya tidak ada yang mau tanam kedelai. Kalau kita suruh tanam (kedelai) maksimal, ini merugikan (petani),” lanjutnya.
Di sisi lain, untuk mengatasi harga jual yang terlalu tinggi, Syahrul beranggapan bahwa petani kedelai butuh mendapatkan stimulasi harga, terutama dalam pengadaan bibit.
Jika tidak, maka para petani diprediksi akan pilih menggarap komoditas lain, semisal jagung yang dianggap lebih menguntungkan.
“(Kedelai dari) petani kita harus dibeli Rp 10.000 (per kilogram), jangan Rp 9.000. Kalau Rp 9.000, dia (petani) masih bisa beralih, dia akan ke jagung,” kata Syahrul.
Anggota Komisi IV DPR RI, Sutrisno, mengaku terkejut dengan data-data tersebut. Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) disebut membutuhkan sedikitnya 1 juta ton untuk memenuhi kedelai lokal sebagai bahan baku tahu.
“Kopti sudah menyampaikan, baku tempe perajin memilih untuk menggunakan kedelai impor. Untuk tahu, itu sangat baik, sangat tepat digunakan kedelai lokal. Kopti minta kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kedelai lokal itu satu tahunnya 1 juta ton,” ujar Sutrisno dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Kemendag: Harga Kedelai Diprediksikan akan Terus Meningkat Drastis Jelang Lebaran
“Saya memaklumi kalau masih ada impor (kedelai) tempe, tapi untuk tahu mohon diproduksi. Sangat mengejutkan dari data pangan yang disampaikan kedelai kita tahun 2022 ini hanya mampu 200.000 ton, padahal dari waktu ke waktu anggarannya (untuk produksi kedelai dalam negeri) cukup besar,” imbuh politikus PDI-P tersebut.
Syahrul menyebutkan, pihaknya telah menyusun sejumlah agenda untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor kedelai.
“Jangka pendek atau darurat/SOS dengan buffer stock 20.000 ton in/out. Agenda temporer memperluas tanaman kedelai, April, Juni, Juli, Oktober, masing-masing 300.000 hektar,” kata Syahrul.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki strategi permanen untuk memperluas lahan kedelai. “Target 1 juta hektare tahun depan,” kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tahun Ini, Pemerintah Siapkan 3 Juta Ton Impor Kedela
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News