Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Rencana pemerintah menyiapkan insentif baru untuk industri otomotif pada 2026 mulai mendapat perhatian dari pelaku industri. Produsen mobil hingga pemasok komponen menilai stimulus tersebut dapat menjadi momentum pemulihan setelah pasar mengalami pelemahan sepanjang tahun ini.
Marketing & Customer Relations Division Head Astra International Daihatsu Sales Operation, Tri Mulyono, menyambut baik wacana tersebut. Menurutnya, stimulus fiskal dapat kembali menghidupkan pasar otomotif nasional yang saat ini masih menunjukkan tren pelemahan.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan wholesale hingga Oktober 2025 turun 10,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tri menilai penurunan tersebut tidak disebabkan satu faktor tunggal, melainkan kombinasi tekanan global, turunnya daya beli, serta meningkatnya rasio kredit bermasalah lembaga pembiayaan.
"Kami berharap sampai akhir 2025 pasar otomotif nasional dapat bertumbuh dan Daihatsu bisa berkontribusi positif atas pertumbuhan yang terjadi," ujarnya saat dihubungi, Selasa (18/11/2025). Ia menambahkan, insentif seperti keringanan pajak atau subsidi pembelian dapat meningkatkan minat konsumen. "Kami menunggu informasi yang lebih detail terkait dengan wacana kebijakan ini," lanjutnya.
Baca Juga: QR Code MyPertamina Blokir 340.000 Nopol Beli BBM Bersubsidi, Simak Cara Daftarnya
Pandangan serupa datang dari Sales, Marketing & After Sales Operations Director PT Honda Prospect Motor, Yusak Billy. Ia menyebut penurunan penjualan tahun ini juga disebabkan pelemahan daya beli serta pengetatan pembiayaan oleh lembaga keuangan. Namun, ia tetap melihat ruang untuk pemulihan pada tahun depan.
"Dengan dukungan kebijakan pemerintah dan tingkat kepemilikan mobil yang masih rendah, kami optimistis pasar dapat kembali bertumbuh pada 2026," kata Yusak. Menurutnya, stimulus akan membantu menjaga daya saing dan meningkatkan minat beli. "Dari sisi kami, bentuk dukungan apa pun tentu akan membantu mendorong minat beli dan memberikan dampak positif bagi industri secara keseluruhan," tambahnya.
Dampak perlambatan penjualan juga dirasakan industri komponen. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), Rachmad Basuki, menjelaskan penurunan permintaan ikut menekan volume produksi komponen karena berkurangnya permintaan dari pabrikan. Tanpa langkah progresif, ia memandang prospek industri pada 2026 akan stagnan.
Rachmad berharap desain insentif 2026 dapat meniru model stimulus saat pandemi Covid-19 yang terbukti mendorong pasar. Ia juga mendorong agar stimulus fokus pada produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 60%. "Yang penting industri otomotif jangan terus turun, lama-lama investor nggak tahan dan akan cari market besar yang lagi tumbuh," tegasnya.
Baca Juga: Pertalite & Solar Diawasi Ketat: Siap-Siap, Nomor Kendaraan Bisa Diblokir!
Pandangan akademisi juga sejalan. Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai stimulus diperlukan untuk mengatasi tantangan struktural, terutama terkait daya beli konsumen kelas menengah ke bawah. Menurutnya, opsi yang dapat dipertimbangkan mencakup PPnBM Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk segmen Low Cost Green Car (LCGC) berbasis mesin pembakaran internal.
Selain itu, ia menekankan pentingnya menautkan insentif BEV dan hybrid dengan peningkatan TKDN guna memperkuat rantai pasok dan mengurangi impor Completely Built Up (CBU). Insentif kendaraan roda dua, terutama motor listrik, juga dinilai penting. "Perlu segera on lagi insentif baru dengan besaran bervariasi menyesuaikan teknologi dan harga, agar industrinya dapat bernapas kembali," ujarnya.












