Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang (RUU) Migas belum menemui titik cerah. Terlebih setelah DPR tidak memasukan revisi UU Migas dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja klaster migas memerlukan pengaturan lebih lanjut.
Sayangnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Cipta Kerja sektor ESDM justru tidak memuat penjelasan lanjutan soal klaster migas. RUU Migas diharapkan bisa menjadi solusi atas kondisi saat ini.
"Jika tidak ada pengaturan lanjutan justru ketentuan saat ini berpotensi menjadi komplikasi," ujar Komaidi kepada Kontan.co.id, Kamis (19/11).
Baca Juga: Kenapa RUU Migas tak masuk prolegnas prioritas di tahun depan? Ini kata parlemen
Dia mengungkapkan, perlu ada konsistensi pemerintah khususnya terkait perubahan kontrak menjadi perizinan berusaha. Menurutnya, akan sulit menjaring investor jika kebijakan pemerintah tidak konsisten.
Praktisi Hulu Migas Tumbur Parlindungan mengungkapkan selain perizinan berusaha, kepastian hukum SKK Migas termasuk poin penting yang harus diperhatikan.
"Kalau untuk menarik investor, kita bersaing dengan negara lain jadi harus komprehensif dibenahi. Setelah itu pun investor (biasanya) masih melihat lagi konsistensi aturan," kata Tumbur kepada Kontan.co.id, Kamsi (19/11).
Selain itu, dia menekankan pentingnya menjaga kesucian kontrak migas. Jika sukses menarik investor, bukan tidak mungkin target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) bisa tercapai.
"Dulu kita bisa produksi 1,6 juta bph tanpa pakai roadmap. Harus sikap jelas, kalau hanya sementara (regulasi) tidak ada kepastian hukumnya," pungkas Tumbur.
Selanjutnya: UU Migas akan direvisi, SKK Migas berharap ada kepastian status hukum
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News