kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lender fintech lending dari kalangan ritel masih terus bertumbuh


Jumat, 30 Juli 2021 / 05:45 WIB
Lender fintech lending dari kalangan ritel masih terus bertumbuh

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat banyak pemain fintech lending mengincar pendanaan (lender) dari korporasi, lender ritel justru secara konsisten terus bertumbuh. Hal ini dinilai banyak investor ritel yang mulai percaya untuk melakukan investasi di fintech lending dengan imbal hasil yang kompetitif.

Kalau melihat data OJK di Mei 2021, jumlah outstanding pinjaman yang diberikan oleh lender ritel sebesar Rp 4,95 triliun. Padahal outstanding pinjaman dari lender ritel di awal tahun sebesar Rp 3,81 triliun yang berarti ada pertumbuhan sebesar 29,03%.

Salah satu pemain fintech lending, Modal Rakyat mengaku kalau saat ini rata-rata dana dari lender ritel per bulan sampai Juni 2021 bisa mencapai Rp 65 miliar atau berkontribusi 30% dari total portofolio yang ada dan mengalami pertumbuhan hingga 7 kali lipat dari periode yang sama di tahun lalu. 

Baca Juga: Bisnis dompet digital panen berkah dari lonjakan transaksi saat pandemi

Padahal, sejatinya Modal Rakyat saat ini fokus mengincar lender korporasi karena lebih memberikan keuntungan dikarenakan tingkat likuiditas lender korporasi jauh lebih tinggi dibandingkan ritel.

“Pertumbuhan lender ritel berarti menandakan bahwa masyarakat sudah semakin aware dengan keuangan dan P2P Lending bisa menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat untuk mengembangkan dananya dan memperoleh imbal hasil yang kompetitif,” ujar CEO Modal Rakyat, Hendoko Kwik.

Hendoko juga menyampaikan kalau lender ritel Modal Rakyat saat ini kebanyakan berasal dari kalangan milenial berumur 18-25 tahun. Menurutnya, hal tersebut sesuai  dengan visinya yang ingin menjadi inklusi keuangan digital di Indonesia. 

“Kami mengoptimalkan dengan cara pendanaan yang bisa dimulai dari Rp 25 ribu dengan imbal hasil berkisar 12%-18% per tahun. Namun perlu diingat high risk, high return, masyarakat juga harus aware bahwa dalam setiap instrumen investasi selalu memiliki risiko,” imbuh Hendoko.

Baca Juga: OJK: Sektor jasa keuangan tetap stabil di semester I-2021

Pertumbuhan juga dialami oleh fintech lending Amartha yang hingga Juni mendapatkan pendanaan ritel sebanyak Rp 274 miliar atau sama dengan 30% dari total pendanaan mereka. Amartha sendiri sejatinya berharap kontribusi dari pendana ritel sampai akhir tahun bisa tumbuh menjadi 40%.

“Berdasarkan perbandingan pertumbuhan lender ritel antara semester 1 2020 dan semester 1 2021 terlihat adanya peningkatan sebanyak 22%. Dengan adanya produk crowdfunding yang akan diluncurkan, Amartha optimis lender retail akan tumbuh,” ujar CCO Amartha, Hadi Wenas.

Terkait produk crowdfunding tersebut, Wenas menjelaskan bahwa produk tersebut memungkinkan lender ritel untuk melakukan pendanaan mulai dari Rp 100 ribu. Hal tersebut juga mengingat kalau minat dan antusias anak muda untuk berinvestasi di Amartha juga terus tumbuh. 

“Saat ini mendanai di Amartha dimulai dari Rp 3 juta, hitungannya terlalu besar untuk pendana pemula,” terangnya.

Terkait dengan lender ritel, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah juga mengungkapkan bahwa pihaknya terus mendorong pemain fintech lending untuk mulai melakukan diversifikasi dengan menambah pendana dari ritel.

Tujuannya adalah agar pendanaan dari fintech lending lebih kuat dengan tidak mengandalkan satu atau dua korporat saja.

“Kalau punya alternatif sumber pendanaan termasuk dari ritel tentu akan semakin kuat. Sekarang tinggal masyarakat percaya saja karena kalau lihat pengembalian nya juga besar bisa mencapai 20% tergantung risiko,” ujar Kus.

Selanjutnya: Dompet digital saling berebut pasar saat pandemi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×