Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Pertama, lembaga perbankan atau pihak siapapun di sektor keuangan yang tadinya menolak aset wakaf untuk bisa mendapatkan pembiayaan. Harus memiliki cara lain dan paradigma lain sehingga hal itu tidak menjadi kendala.
Kedua, dari sisi nadzir yang harus profesional, kerja tuntas, laporan yang memadai, transparan dan tepat waktu mengenai pemanfaatan wakaf.
Ketiga, pemerintah mesti memiliki cetak biru (blue print) besar dari sektor perwakafan.
“Keempat, masyarakat yang memiliki beban untuk menaikkan literasinya. Supaya tanah wakaf akhirnya tidak hanya mengerucut kepada mushala, madrasah, makam dan seterusnya,” ujar Imam.
Baca Juga: Pemerintah akan Menerapkan Sertifikat Elektronik Pertanahan demi Mengerak EODB
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama, Tarmizi Tohor, mengatakan, pihaknya terus mengagendakan percepatan sertifikasi tanah wakaf. Diantaranya dengan melakukan pemetaan tanah wakaf yang belum bersertifikat, memfasilitasi nadzir untuk mensertifikatkan tanah wakaf.
Serta membangun sinergi program antara Kementerian Agama, dan Kementerian ATR/BPN di setiap level hingga kabupaten/kota. Oleh karena itu, Kementerian Agama, dan Badan Wakaf Indonesia telah mengagendakan sinergitas dan rapat kerja bersama terkait percepatan sertifikasi tanah wakaf tersebut.
Ditargetkan, sinkronisasi data Sistem Informasi Wakaf (Siwak) Kementerian Agama dan Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian ATR/BPN, serta MoU antara Kementerian Agama dan Kementerian ATR/BPN mengenai percepatan sertifikasi tanah wakaf dapat rampung tahun ini.
“Data, MoU kami menginginkan tahun ini sudah terlaksana semua sehingga tahun depan atau akhir tahun ini kita sudah mulai bergerak untuk (percepatan) pensertifikatan tanah wakaf ini,” tutur Tarmizi.
Selanjutnya: Cara, syarat, dan biaya mengurus sertifikat tanah secara lengkap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News