Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - London. India menjadi negara pertama yang kewalahan dan mengalami kegagalan sistem kesehatan akibat lonjakan kasus Covid-19. Masalah serupa juga terjadi pada negara lain.
Bagaimana dengan Indonesia yang kini kembali mencatatkan peningkatan kasus Covid-19? Biro Investigasi Jurnalis menyediakan analisis data dari Breath Counts Coalition, LSM Path dan Clinton Health Access Initiative (CHAI), untuk menemukan negara yang paling berisiko mengalami kehancuran sistem kesehatan karena kehabisan oksigen. Lembaga itu juga mempelajari data tentang tingkat vaksinasi Covid-19 global.
Melansir The Guardian pada Selasa (25/5/2021), disebutkan terdapat 9 negara dari seluruh dunia yang sangat berisiko terhadap "kehancuran total" sistem kesehatan, yaitu India, Argentina, Iran, Nepal, Filipina, Malaysia, Pakistan, Kosta Rika, Ekuador, dan Afrika Selatan. Anggapan itu muncul setelah mencatat kenaikan besar dalam permintaan oksigen sejak Maret, setidaknya naik 20 persen saat vaksinasi kurang dari 20 persen populasi mereka.
Sedangkan Indonesia tidak muncul dalam daftar negara yang berisiko mengalami kegagalan sistem kesehatan akibat Covid-19. Sementara, ada kekhawatiran bahwa negara-negara Asia lainnya berisiko menalami kekurangan oksigen dan kehancuran sistem kesehatan, seperti Laos, dan negara-negara Afrika meliputi Nigeria, Ethiopia, Malawi, dan Zimbabwe, yang memiliki sistem pengiriman oksigen yang kurang matang. Artinya, peningkatan kecil kebutuhan oksigen dapat menimbulkan masalah besar.
Baca juga: Waspada! Varian virus corona India sudah menyebar ke 53 negara termasuk Indonesia
Banyak dari negara-negara ini menghadapi kekurangan oksigen sebelum pandemi Covid-19, kata Leith Greenslade, koordinator Koalisi Every Breath Counts. Kebutuhan ekstra mendorong sistem kesehatan ke tepi jurang. “Situasi tahun lalu, dan lagi pada Januari tahun ini di Brasil dan Peru, seharusnya menjadi peringatan,” kata Greenslade.
“Tapi, dunia tidak sadar. Kita seharusnya tahu yang akan terjadi di India, setelah melihat apa yang terjadi di Amerika Latin. Dan sekarang melihat ke Asia, kita harus tahu ini akan terjadi di beberapa kota besar di Afrika,” lanjutnya.
Robert Matiru, yang memimpin Satgas Darurat Oksigen Covid-19 dari WHO, mengatakan kepada Biro Investigasi Jurnalis, "Kami dapat melihat kehancuran total sistem kesehatan, terutama di negara-negara dengan sistem yang sangat rapuh."
Rumah sakit di India telah melaporkan kekurangan oksigen yang signifikan saat negara itu berjuang melawan gelombang kedua Covid-19. Pada pertengahan Mei, India membutuhkan tambahan 15,5 juta meter kubik oksigen sehari hanya untuk pasien Covid-19, lebih dari 14 kali lipat dari yang dibutuhkan pada Maret, menurut analisis data biro tersebut.
Sebagai tanggapan, India telah melarang semua ekspor oksigen cair dan tabung. Tetapi para ahli mengkhawatirkan tetangga India, seperti Pakistan, Nepal, Bangladesh, Sri Lanka, dan Myanmar, beberapa di antaranya bergantung pada oksigen dan peralatan buatan India.
“Anda bisa membayangkan, jika mereka mulai melihat puncak (Covid-19) pada derajat yang sama, maka itu bisa menjadi lebih buruk, karena India membutuhkan semua pasokan (oksigen),” kata Zachary Katz, wakil presiden obat esensial di CHAI.
Di Nepal, data biro menunjukkan bahwa saat ini sedang membutuhkan lebih dari 100 kali lebih banyak oksigen dari pada yang dibutuhkan pada Maret. Di Sri Lanka, permintaan oksigen telah meningkat 7 kali lipat sejak pertengahan Maret.
Di Pakistan, yang menderita gelombang ketiga Covid-19, hampir 60 persen lebih banyak pasien menggunakan oksigen di rumah sakit dari pada selama puncak negara itu sebelumnya pada musim panas lalu.
Menurut seorang menteri pemerintah, memperingatkan pada akhir April bahwa tekanan pada pasokan oksigen telah mencapai tingkat berbahaya. “Suasananya sangat suram,” kata Dr Fyezah Jehan, seorang dokter di Karachi.
“Saya pikir kami sangat takut dengan situasi seperti India. Kami berharap keajaiban terjadi, dan lockdown (saat ini) ini dapat mencegah serangan gencar kasus baru,” imbuh Dr Jehan.
Greenslade berkata, "Kebutuhan oksigen yang meningkat pesat memberi tekanan pada sistem kesehatan, yang tidak dapat dipenuhi, kami melihat kematian pasien." Greenslade mengungkapkan sistem kesehatan di banyak negara miskin “sangat tidak siap”.
“Dari kepala negara, menteri kesehatan, menteri keuangan...negara-negara ini belum memprioritaskan oksigen sebagai obat esensial. Seperti yang kita lihat di India, banyak orang telah meninggal dan terus meninggal setiap hari karena kekurangan oksigen," kata Greenslade.
Sementara, beberapa negara telah menuntut perusahaan yang memproduksi oksigen cair mengalihkan produk dari klien industrinya ke rumah sakit. Oksigen medis hanya menghasilkan 1 persen dari produksi oksigen cair global. Di Irak, perusahaan gas dapat menghasilkan sekitar 64.000 meter kubik oksigen cair sehari, sepertiga untuk kebutuhan pasien Covid-19 di negara itu.
Baca juga: Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah
Di Kolombia, industri hanya dapat menyediakan 450.000 meter kubik sehari, kurang dari dua pertiga dari yang dibutuhkan. Di Peru, perusahaan gas hanya dapat mencapai 80 persen oksigen yang dibutuhkan, jika semua oksigen dialihkan ke perawatan kesehatan.
“Saat ini, Peru mencatat penurunan kasus (Covid-19). Namun, kami masih membutuhkan oksigen medis, terutama untuk rumah sakit,” kata Dr Jesús Valverde Huamán, yang bekerja di ICU di Lima.
Menurutnya, itu merupakan perjuangan terus-menerus untuk menemukan cukup oksigen bagi pasien, katanya, selain dari periode singkat pada November dan Desember tahun lalu, ketika kasus-kasus menurun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejumlah Negara Kekurangan Oksigen dan Berisiko Rusaknya Sistem Kesehatan",
Penulis : Shintaloka Pradita Sicca
Editor : Shintaloka Pradita Sicca
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun
Selanjutnya: Selain India, sistem kesehatan negara ini berpotensi hancur akibat Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News