Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai pada 26 Oktober 2020. Dalam hal ini ada delapan dokumen perdata yang musti dilekatkan meterai Rp 10.000.
Pertama, surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Kedua, akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
Ketiga, akta pejabat pembuat akta tanah beserta salinan dan kutipannya. Keempat, surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Kelima, dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Keenam, dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
Baca Juga: Tarif meterai jadi Rp 10.000, pos penerimaan pajak lainnya bisa capai Rp 12,1 triliun
Ketujuh, dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5 juta yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. Kedelapan, dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun ketentuan tarif bea meterai tahun depan sebesar Rp 10.000 berlaku satu tarif, berubah dari ketentuan saat ini yang menggunakan dua tarif yakni meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000. Namun, batasan nilai nominal dokumen ditingkatkan dari sebelumnya minimal Rp 1 juta menjadi Rp 5 juta.
Baca Juga: Habiskan stok, meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih bisa digunakan tahun depan
Kendati demikian, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan khusus untuk tahun 2021, meterai tempel Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih berlaku.
Hanya saja nominal materai yang ditempel di atas Rp 10.000. Sebagai gambaran, dengan menempelkan dua buah meterai Rp 6.000, atau satu meterai Rp 6.000 ditambah dua materai Rp 3.000.
Suryo bilang, kebijakan itu diambil mengingat masih banyak meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 yang beredar di pasaran. “Jadi ada transisi menghabiskan stok bea meterai yang belum terpakai kita beri ruang.
Di sisi lain karena meterai sudah dicetak dan sebagian sudah beredar ini yang kita gunakan jadi kita transisikan,” ujar Suryo dalam Konferensi Pers beberapa waktu lalu.
Selanjutnya: Disahkan DPR, harga meterai resmi Rp 10.000 awal tahun depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News