Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
Kemudian, dari sisi interest to revenue atau perbandingan pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara mengalami kenaikan secara konsisten sejak tahun 2013. Puncaknya terjadi pada tahun 2020 menjadi sebesar 19,06%. Threshold yang dinyatakan dalam GUID 5250 adalah 7%-0% berdasarkan IMF dan 4,6%-6,8% berdasarkan IDR.
Lalu, debt to revenue atau perbandingan utang terhadap penerimaan mengalami kenaikan secara konsisten sejak tahun 2012 dan puncaknya terjadi pada tahun 2020 menjadi sebesar 369%. Threshold yang dinyatakan dalam GUID 5250 adalah 90%-150%, dan IMF dan 92%-167% berdasarkan IDR.
Setali tiga uang, BPK bilang tren atas ketiga indikator kerentanan utang tersebut menggambarkan laju penambahan utang dan bunga utang tidak sebanding dengan laju penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembayaran utang dan bunga utang.
Apabila pengelolaan utang dan penerimaan negara tetap menggunakan kebijakan saat ini, maka kesinambungan fiskal berisiko terganggu di masa mendatang. Selain itu, keseimbangan primer semakin negatif, dan ruang fiskal untuk keperluan layanan publik menurun.
Hal tersebut sebagai akibat dari semakin banyaknya penerimaan negara yang dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok utang dan bunganya. Sebab, Dampak pandemi yang menekan ruang fiskal semakin memperdalam kerentanan utang.
Baca Juga: Di tengah pandemi, minat investor di obligasi ritel berpeluang tetap tinggi
“Meskipun demikian, sebelum pandemi terjadi di tahun 2020, tren ketiga indikator tersebut telah menunjukkan peningkatan yang berarti kondisi pengelolaan utang yang semakin rentan,” sebagaimana dalam LKPP 2020.
Ketiga, indikator keseimbangan fiskal atau lebih dikenal sebagai indikator keseimbangan utang dapat memberikan informasi mengenai besarnya penyesuaian fiskal. Berdasarkan LKPP 2020 perhitungan indikator kesinambungan fiskal diketahui bahwa pengelolaan fiskal pemerintah Indonesia tidak sinambung dan perlu mendapatkan perhatian khusus.
BPK mengatakan hal itu disebabkan keseimbangan primer yang terus mengalami defisit sejak tahun 2012 dan semakin memburuk akibat dampak pandemi Covid-19 di tahun 2020.
Adapun tahun ini, pemerintah bertekat akan lebih bijaksana dalam mengelola utang. Meskipun, sebagai gambaran realisasi pembiayaan hingga akhir Mei 2021 telah mencapai Rp 309,3 triliun, atau tumbuh 13,6% year on year (yoy). Angka tersebut setara dengan 30,7% dari target keseluruhan tahun sebesar Rp 1.006,4 triliun.
“Utang yang meningkat akibat pandemi dan berbagai kebutuhan akibat pandemi serta countercyclical, harus terus dikelola dengan dinamika lingkungan yang makin tidak mudah,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Senin (21/6).
Di sisi lain, Menkeu mengatakan di tahun ini pemerintah telah melakukan strategi pembiayaan SBN dengan cara front loading. Makanya porsi penerbitan utang dalam lima bulan sudah menggunung. Tujuannya, untuk memitigasi kenaikan suku bunga, dan dampak inflasi Amerika Serikat (AS).
Selanjutnya: Wah, BPK menyebut, 443 pemda masuk kategori belum mandiri secara fiskal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News