Reporter: Yudho Winarto | Editor: Adi Wikanto
Karena itu, semua pihak baik pemerintah pusat dan daerah perlu satu suara dalam kebijakan menghapus Premium. Penghapusan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti Premium, juga sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebagaimana Perjanjian Paris (Paris Protokol), yang telah diratifikasi.
Pengurangan emisi karbon antara 29-40% akan sulit tercapai jika masyarakat masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Komite Pengurangan Bensin Bertimbal (KPBB) atau sebelumnya bernama Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin menganggap BBM jenis Pertalite dan Dexlite sebagai dua dari bahan bakar umum disebut sebagai bahan bakar yang tidak lagi layak berdasarkan standar emisi kendaraan yang berlaku di Indonesia.
Baca juga: Lelang mobil sitaan pajak, ada 5 unit, harga mulai Rp 39 juta
Terlebih, sejak 2005, Indonesia mewajibkan standar kendaraan bermotor mengacu pada Euro2/II standar. Penerapan standar ini, lanjut dia, mengharuskan prasyarat tersedianya BBM yang antara lain bensin dengan RON 92 (min), sulfur 500 ppm (max), dan lead 0,013 gr/L (max), dan solar dengan cetane number/CN 51 (min), sulfur 500 ppm (max).
Kemudian, lanjutnya, pada Oktober 2018, pemerintah memperketat standar emisi kendaraan dengan mewajibkan Euro 4/IV standard yang mengharuskan ketersediaan bensin dengan RON 92 (min), sulfur 50 ppm (max), dan lead 0,005 gr/L (max), dan solar dengan CN 51 (min), sulfur 50 ppm (max).
BBM yang memenuhi syarat menurutnya adalah bensin yang setara dengan Pertamax dan Pertamax Turbo. Sementara untuk solar adalah Solar Perta-Dex dan Perta-Dex HQ (High Quality).
Selanjutnya: Di Bekasi, lelang rumah harga pembukaan hanya Rp 100-an juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News