kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bankir Tancap Gas Penyaluran Kredit ke Industri CPO di Tahun Ini, Apa Alasannya?


Rabu, 11 Januari 2023 / 08:15 WIB
Bankir Tancap Gas Penyaluran Kredit ke Industri CPO di Tahun Ini, Apa Alasannya?

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bankir meyakini sektor sawit atau crude palm oil (CPO) masih memiliki prospek yang terbuka di 2023. Terlebih, penyaluran ke sektor ini bisa dihitung sebagai pembiayaan berkelanjutan bila memenuhi prinsip-prinsip environmental, social and governance (ESG)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan porsi penyaluran kredit terkait CPO sebesar 5,96% dari total portofolio pembiayaan bank umum hingga September 2022. Secara nominal, penyaluran kredit untuk CPO ini mencapai Rp 374,1 triliun pada sembilan bulan pertama 2022.

“Dalam tiga tahun terakhir, nominal kredit CPO yang disalurkan oleh industri perbankan terus menunjukkan peningkatan meskipun secara pertumbuhan cenderung berfluktuasi. Adapun kredit komoditas CPO mencatatkan pertumbuhan tertinggi yakni 12,72% year on year (yoy) per September 2022,” mengutip Laporan Profil Industri Perbankan OJK kuartal IV pada Selasa (10/1).

Peningkatan kredit CPO ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dana bagi pelaku usaha. Seiring mulai kembali pulihnya bisnis dan kenaikan biaya produksi akibat melambungnya harga pupuk non-subsidi karena adanya pembatasan ekspor bahan baku yang dilakukan Rusia dan Tiongkok.

Baca Juga: Pergerakan Harga CPO pada 2023 Lebih Banyak Dipengaruhi Sentimen Berikut

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melihat sektor CPO pada tahun 2023 masih cukup prospektif dan berpeluang untuk tumbuh. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha memperkirakan produksi CPO pada 2023 akan meningkat sebesar 2-3 juta Ton dibandingkan tahun 2022.

"Permintaan juga meningkat terutama dari China, selain permintaan yang kuat dari India akan menjadi sumber pendorong peningkatan permintaan. Harga CPO tahun 2023 kami perkirakan masih relatif tinggi yaitu sekitar US$ 800-900 per ton (FOB Malaysia)," ujarnya Kepada KONTAN pada Selasa (10/1).

Lanjut ia, harga CPO tahun 2023 memang sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2022 namun harga masih di atas level sangat menguntungkan (profitable). Dengan demikian, Bank Mandiri memperkirakan penyaluran kredit ke industri ini akan tumbuh positif mengikuti prospek usaha yang relatif baik.

"Bank Mandiri melihat di sektor Perkebunan kelapa sawit & CPO sampai dengan November 2022 masih tumbuh positif sebesar 3,4% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (YoY). Sementara itu kualitas kredit di sektor ini terjaga optimal tercermin dari posisi NPL berada di bawah 1% dengan tren yang terus membaik," kelasny.

Dalam menjaga pertumbuhan, Bank Mandiri telah mengembangkan expertise yang memadai di sektor ini salah satunya ditandai dengan kualitas kredit yang terus terjaga dengan baik. Outlook untuk harga dan sektor perkebunan sawit dan CPO juga masih tergolong prospektif di tahun 2023.

"Oleh karena itu, Bank Mandiri masih menjadikan sektor perkebunan sawit & CPO sebagai salah satu fokus pertumbuhan kredit di tahun 2023 dengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian," tuturnya.

Baca Juga: Penghujung 2022 Perbankan Khawatir dengan Tren DPK Melambat dan Yield Naik

Adapun, dalam mendukung pertumbuhan kredit ke sektor ini, Bank Mandiri telah mempertajam penerapan bisnis berbasis ramah lingkungan antara lain melalui adopsi ketentuan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai persyaratan mutlak calon debitur.

Ia menyatakan RSPO sendiri adalah organisasi Internasional yang dibentuk berdasarkan inisiatif dari Multi Stakeholder untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip dan kriteria tertentu yang diadopsi dari MDGs dalam melakukan proses produksi dan menggunakan minyak kelapa sawit secara berkelanjutan.

"Hal Ini dilakukan guna mendukung gerakan Pemerintah Indonesia dan regulator dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan keberlanjutan industri," tambahnya.

Direktur Wholesale Banking Bank Permata Darwin Wibowo menyatakan, prospek kredit ke sektor CPO masih cukup baik. Ia menyebut penyaluran kredit ke sektor sawit dan turunannya cukup terjadi dengan baik hingga saat ini.

Adapun Direktur BCA Syariah Pranata memandang penyaluran pembiayaan ke sektor sawit masih potensial di 2023. Sebab masih tingginya kebutuhan CPO dari luar maupun dalam negeri untuk pengembangan produksi bahan bakar terbarukan.

Ia menyatakan BCA Syariah masih akan fokus dalam penyaluran pembiayaan kepada sektor-sektor potensial di 2023. Mulai dari industri perkebunan, pengolahan, perdagangan, kegiatan usaha berkelanjutan (KUB), hingga UMKM.

“Penyaluran pembiayaan itu dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk mendukung pertumbuhan pembiayaan di tahun 2023 yang ditargetkan tumbuh di kisaran 10% hingga 11%,” katanya kepada KONTAN pada Selasa (10/1).

Ia menyatakan penyaluran pembiayaan hijau ke perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan telah dilakukan BCA Syariah. Ini dilakukan dengan skema pembiayaan inti plasma kepada petani sawit sebagai upaya untuk mendukung pembiayaan inklusif ke segmen UMKM.

“Tahun 2022, pembiayaan inklusif mencapai 22.85% dari total portofolio pembiayaan,” tambahnya.

Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan ke Industri CPO Tembus Rp 374 Triliun di Kuartal III 2022

Berdasarkan data OJK Adapun porsi penyaluran kredit komoditas CPO oleh perbankan didominasi oleh kelompok bank KBMI 4 khususnya pada bank BUMN yaitu sebesar 60,12% atau secara nominal mencapai Rp224,89 triliun. Kemudian pada bank BUSN (domestik) dengan porsi 14,28% atau sebesar Rp 53,40 triliun.

“Besarnya porsi penyaluran kredit oleh kelompok BUMN tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah melalui Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) yang siap untuk mendukung penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor pertanian khususnya pada delapan klaster,” tambah laporan itu.

Klaster tersebut diantaranya klaster padi, klaster jagung, klaster sawit, klaster tebu, klaster jeruk, klaster tanaman hias, klaster kopi, dan klaster porang.

Jika ditinjau berdasarkan kelompok kepemilikan usaha, penyaluran kredit CPO didominasi oleh Swasta Non Lembaga Keuangan (Swasta Non-LK) dengan porsi 71,99% atau setara dengan Rp269,31 triliun per September 2022.

Tingginya porsi penyaluran kredit kepada kelompok Swasta Non-LK sejalan dengan lahan perkebunan sawit nasional yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta besar.

Kelompok debitur kredit CPO terbesar kedua yaitu perseorangan yang mencakup petani kelapa sawit rakyat dengan porsi 18,61% atau setara dengan Rp69,63 triliun.

Sebagai salah satu komoditas agribisnis yang berorientasi ekspor, pada umumnya petani kelapa sawit rakyat masih menghadapi keterbatasan akses untuk memperoleh pinjaman dari lembaga jasa keuangan. Baik bank maupun non bank seperti yang dinikmati perusahaan-perusahaan swasta besar.

Kontribusi subsektor terkait komoditas CPO di Indonesia cukup besar perannya terhadap perekonomian Indonesia baik dari subsektor yang terdapat di hulu (upstream) maupun hilir (downstream). Sektor terkait CPO tersebut meliputi sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran.

Pada sektor pertanian mencakup subsektor perkebunan sawit, pada sektor industri pengolahan meliputi subsektor industri minyak goreng dari kelapa sawit mentah.

Baca Juga: LPS: Penyaluran Kredit 2023 Lebih Selektif, Pertumbuhan DPK Lebih Lambat

Kemudian, pada sektor perdagangan meliputi subsektor perdagangan dalam negeri minyak kelapa sawit, serta perdagangan kelapa dan kelapa Sawit.

“Berdasarkan data September 2022, penyaluran kredit subsektor komoditas CPO masih terkonsentrasi di sisi hulu yaitu pada subsektor perkebunan kelapa sawit dengan porsi 73,45% atau setara dengan Rp274,76 triliun,” tambah laporan OJK.

OJK melihat Secara umum, risiko kredit CPO terjaga baik dan rendah sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang relatif stabil di kisaran ±1%. Pada September 2022, NPL kredit komoditas CPO sebesar 1,26% atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,67%.

Penurunan rasio NPL tersebut diikuti dengan rasio Loan at Risk (LaR) yang juga mengalami penurunan menjadi 9,55% (September 2022) dari 13,69% (September 2021).

Meskipun demikian, perbankan tetap menyiapkan pencadangan sebagai langkah antisipasi atas potensi risiko pemburukan NPL sebagaimana terlihat dari coverage NPL yang tumbuh 385,1% (YoY) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 329,2%.

Lebih lanjut, kesiapan bank dalam mengantisipasi risiko dari potensi pemburukan kualitas kredit pada sektor tersebut juga cukup baik dengan coverage CKPN terhadap LaR yang meningkat menjadi sebesar 50,72% dari tahun sebelumnya 40,22%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×