kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Xi Jinping rilis UU baru untuk melawan sanksi Donald Trump


Selasa, 12 Januari 2021 / 11:44 WIB
Xi Jinping rilis UU baru untuk melawan sanksi Donald Trump

Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. China di bawah kepemimpinan Xi Jinping melawan berbagai sanksi AS dengan aturan baru yang melindungi perusahaannya dari hukum asing yang "tidak dapat dibenarkan".

Melansir BBC, perubahan yang diumumkan akhir pekan lalu memungkinkan pengadilan China untuk menghukum perusahaan yang mematuhi pembatasan tersebut.

Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump terus menargetkan perusahaan China yang dia yakini sebagai ancaman bagi keamanan nasional AS.

Tindakan tersebut termasuk menghukum perusahaan yang memasok suku cadang ke perusahaan yang masuk dalam daftar hitam AS.

Baca Juga: Hadapi China, ini strategi baru perang maritim AS di Laut China Selatan

Pada hari Senin, tiga perusahaan telekomunikasi besar China yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE) diperkirakan akan dicoret dari bursa berdasarkan dugaan hubungan dengan militernya.

NYSE sudah menghapus China Mobile, China Telecom, dan China Unicom Hong Kong, berdasarkan perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Trump pada November.

Baca Juga: Warga tajir AS menanti kebijakan Joe Biden soal kenaikan tarif pajak

Penghapusan tersebut menyusul serangkaian tindakan terhadap perusahaan China dalam beberapa bulan terakhir termasuk TikTok, Huawei dan produsen microchip Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC).

Pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang transaksi dengan delapan aplikasi China termasuk platform pembayaran populer Alipay, serta WeChat Pay.

BBC memberitakan, Presiden AS mengklaim perusahaan teknologi tersebut berbagi data dengan pemerintah China, tuduhan yang mereka bantah dengan sengit.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu, Kementerian Perdagangan China memperkenalkan aturan baru tentang "menangkal penerapan ekstra-teritorial yang tidak dapat dibenarkan" dari hukum asing.

"Badan hukum yang dirugikan oleh penerapan undang-undang asing dapat mengajukan tuntutan hukum di pengadilan dan menuntut kompensasi atas kerusakan yang terjadi," kata Bert Hofman, direktur Institut Asia Timur di Universitas Nasional Singapura. "Pemerintah juga dapat mengambil tindakan pencegahan lain."

Baca Juga: Angkatan Laut India segera terima dukungan meriam kapal perang baru dari AS

Namun para ahli hukum mengatakan tidak jelas bagaimana undang-undang baru itu akan diterapkan.

"Satu hal yang masih harus diklarifikasi adalah apakah perintah tersebut dimaksudkan untuk menargetkan sanksi terhadap China secara khusus atau sanksi yang menargetkan negara ketiga, seperti Iran atau Rusia, yang berdampak merugikan pada perusahaan China," Nicholas Turner, pengacara di Steptoe. & Johnson di Hong Kong, kepada BBC.

"Perusahaan dengan kepentingan bisnis yang signifikan di China mungkin perlu melangkah dengan hati-hati," tambahnya.

Selanjutnya: China siap rilis pembom siluman strategis jarak jauh terbaru H-20?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×