kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terdampak PPKM darurat, bisnis perjalanan wisata lumpuh


Sabtu, 17 Juli 2021 / 08:35 WIB
Terdampak PPKM darurat, bisnis perjalanan wisata lumpuh

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pariwisata dan bisnis penunjangnya menjadi salah satu sektor usaha yang paling telak terdampak pandemi Covid-19. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat kian memperberat beban pelaku usaha di segmen bisnis perjalanan wisata.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Bahriyansah Momod menyampaikan, kebijakan PPKM darurat yang diberlakukan pemerintah sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 ini tidak memungkinkan adanya pergerakan wisatawan. Kondisi ini menambah panjang masa pembatasan perjalanan wisata yang sudah terjadi sejak tahun lalu.

Imbasnya, pelaku usaha tak bisa mendapatkan pemasukan. "Dampaknya kami harus memperpanjang masa tidak ada aktivitas. 100% (penurunan pendapatan di Jawa-Bali), karena hampir semua kota dan kabupaten menerapkan syarat vaksin dan bukti PCR," ungkap Bahriansyah saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (16/7).

Tak hanya di Jawa dan Bali, pelaku bisnis pariwisata di beberapa destinasi seperti di Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat juga mengalami hal serupa. Dalam masa sulit yang terus berlarut, pelaku usaha pun berharap agar kasus penularan covid-19 bisa segera terkendali, sehingga PPKM darurat tidak lagi diperpanjang.

Baca Juga: Akibat PPKM, bisnis asuransi perjalanan merosot

Apalagi menurut Bahriansyah, hanya 5% pelaku usaha perjalanan wisata yang masih mampu bertahan. Sedangkan sekitar 95% lainnya sudah menutup usaha, tidak berkegiatan, sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau masih memiliki pegawai dengan jumlah yang sangat terbatas.

"Sangat sulit bertahan tetapi tidak ada pilihan dan tetap harus mendukung, karena kesehatan tetap yang utama. Jika (PPKM darurat) diperpanjang, mungkin dari 5% akan turun lagi. Semoga tidak perlu perpanjangan dan dapat diberikan solusi terbaik dengan tetap protokol kesehatan yang ketat," ujar Bahriyansyah.

Dia menambahkan, pelaku usaha berharap ada peran aktif pemerintah dalam menciptakan demand saat situasi telah memadai. Asita juga meminta adanya kucuran stimulus yang bisa menggerakkan sektor pariwisata.

Bahriansyah bilang, stimulus konkret yang bisa diberikan pemerintah misalnya dengan memberikan semacam insentif berupa potongan harga tour, penginapan, akomodasi, dan transportasi yang diformulasikan dengan wisatawan yang sudah divaksin, dan diberlakukan pada destinasi di zonasi hijau.

"Kami meminta kebijakan pemerintah untuk memberikan solusi kepada para pelaku pariwisata pada saatnya nanti. Kebijakan kongkret yang peduli dan sekaligus dapat mendorong pergerakan ekonomi Indonesia. Semoga pemerintah dapat memformuliasikan hal itu," tutur Bahriyansyah.

Strategi Pelaku Usaha

PT Destinasi Tirta Nusantara Tbk (PDES) turut merasakan pil pahit dari belum terkendalinya pandemi covid-19. Corporate Secretary PDES, AB Sadewa menyampaikan bahwa selama masa PPKM darurat dua pekan ini, produk-produk perjalanan domestik tidak mengalami pergerakan.

"Kan memang banyak penyekatan, market juga enggan untuk traveling. Semoga PPKM ini bisa menurunkan kasus covid-19 sehingga penyekatan bisa kembali dibuka," kata Sadewa kepada Kontan.co.id, Jum'at (16/7).

Selama masa sepi di bisnis tour dan transportasi ini, upaya PDES untuk bertahan bertumpu pada strategi cost leadership. Sembari bersiap dan melihat peluang yang muncul setelah masa PPKM selesai.

"Syarat pemulihan (sektor perjalanan wisata) kalau masyarakat sudah vaksinasi di atas 70% dan border kembali dibuka. Tentunya, untuk mengarah ke sana salah satu upaya untuk menekan kasus covid-19 melalui PPKM," sebut Sadewa.

Berada pada masa yang sulit, PDES pun mendorong pemerintah untuk memberikan stimulus. Misalnya dengan percepatan realisasi hibah pariwisata. Insentif tersebut diharapkan bisa diberikan kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan Agen Perjalanan Wisata (AGP) dengan skema yang serupa pada industri perhotelan.

Baca Juga: Menparekraf siapkan lima langkah untuk pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif

"Saya rasa untuk tour operator bisa dengan skema yang sama (seperti perhotelan). Apalagi BPW mendatangkan wisman ke Indonesia, yang nantinya tamu diterima oleh hotel, transportasi, restoran dan atraksi wisata. Penting rasanya bagi pemerintah untuk menjaga sustainability industri pariwisata nasional," terang Sadewa.

Mobilitas masyarakat yang terbatas juga berdampak bagi PT Weha Transportasi Indonesia Tbk (WEHA). Emiten yang juga dikenal sebagai White Horse Group sudah melihat adanya tren penurunan jumlah penumpang sejak akhir Juni. Untuk bertahan, sejumlah strategi pun dikerahkan.

Direktur Business Development White Horse Group Andrianto Putera Tirtawisata mengungkapkan bahwa penurunan kinerja lebih banyak pada segmen bisnis antar-jemput antar kota (intercity shuttle) karena banyak masyarakat yang takut bepergian.

Sedangkan untuk segmen bisnis penyewaan bus, penurunan lebih bisa diantisipasi. "Karena kami dari tahun kemarin sudah mengganti strategi ke shuttle karyawan yang mana banyak dari customer kami ada di kategori perusahaan esensial dan kritikal," ungkap Andrianto.

Sebagai strategi penurunan di segmen bisnis intercity shuttle, WEHA pun mengintip peluang dari lonjakan pengiriman paket. "Untuk itu, kami membuat DayMall sebagai konsep baru untuk pembelian makanan dari luar kota sehari sampai," pungkas Andrianto.

Selanjutnya: Kebijakan PPKM darurat tidak halangi pemerintah untuk mendorong investasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×