Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengeluhkan kebijakan baru terkait tarif pungutan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang diterbitkan pemerintah.
Plt. Sekretaris Jenderal Gapki Agam Faturrochman mengatakan, tarif pungutan ekspor yang saat ini berlaku terlampau tinggi. Menurut dia, meski saat ini harga CPO mulai naik, pihak pengusaha masih harus mengompensasi harga yang sempat jatuh beberapa waktu lalu.
"Kami kaget karena tinggi sekali, kami yang produksi CPO menyoroti kenaikan ini," ujar dia dalam konferensi pers terkait PMK Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Selasa (8/12/2020).
Di dalam PMK tersebut dijelaskan, pungutan ekspor terhadap CPO ditetapkan sebesar US$ 55 per ton jika harga komoditas CPO berada di bawah US$ 670 per ton. Adapun nilai pungutan akan naik sebesar US$ 5 dari layer pertama, dan akan kembali naik sebesar US$ 15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$ 25 per ton. Sementara di aturan sebelumnya, tarif pungutan ekspor sebesar US$ 55 per ton terlepas dari kenaikan harga CPO di pasar global.
Baca Juga: Kemenko perekonomian sebut penyesuaian tarif ekspor sawit tak akan pengaruhi ekspor
Merujuk pada harga referensi Kementerian Perdagangan periode 1 hingga 31 Desember 2020, harga CPO yang diperdagangkan sebesar US$ 870,77 per ton. Dengan demikian, besaran pungutan ekspor CPO sebesar US$ 180 per ton.
Agam pun meminta agar kebijakan tersebut dikaji ulang. Sebab, saat harga CPO jatuh beberapa bulan lalu, dampaknya cukup buruk bagi pelaku usaha. “Jadi sepertinya mohon di-review kebijakan ini," ujar dia.
Baca Juga: Jadi komoditas strategis, Wamendag janji tingkatkan kampanye positif terhadap sawit
Sebelumnya, Kadiv Pemungutan Biaya dan Iuran Produk Turunan Direktorat Penghimpunan Dana, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kus Emy Puspita Dewi menjelaskan, penetapan tarif ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (4/12/2020).
Baca Juga: Begini kata emiten sawit terkait penyesuaian tarif pungutan ekspor
Lebih lanjut Emy mengatakan, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.
"Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Protes, Pengusaha Minta Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor Sawit Dikaji Ulang"
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Yoga Sukmana
Selanjutnya: Ada penyesuaian tarif pungutan ekspor, ini kata emiten sawit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News