Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberi pinjaman (lender) asing semakin gemar menyalurkan pinjaman melalui fintech peer to peer (P2P) lender Indonesia. Dana tersebut disalurkan dalam bentuk pinjaman bagi peminjam UMKM di Indonesia.
Direktur Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Darmansyah menyatakan, Dari data lender aktif yang masih menyalurkan pinjaman di industri P2PL pada akhir tahun 2020, hanya terdapat 540 rekening lender yang berasal dari luar negeri.
"Jumlah tersebut merupakan angka yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah rekening lender aktif di industri P2PL, yaitu hanya mencapai 0,41% dari seluruh rekening lender aktif di Industri. Angka maupun persentase ini juga cenderung menurun dibanding dengan akhir tahun 2019 yang mencapai 874 rekening lender dengan porsi 0,70%," jelas Darmansyah kepada kontan.co.id, Selasa (23/3).
Baca Juga: Return menarik, lender asing gencar salurkan pinjaman ke P2P lending Indonesia
Ia menyampaikan, dari data penyaluran pinjaman yang masih berjalan (outstanding) di industri P2PL pada akhir tahun 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 28,23% merupakan pinjaman yang diberikan dari lender asing. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu 32,10%.
Sementara data outstanding pinjaman di akhir 2020 ini meningkat 16,43% dibanding tahun lalu menjadi Rp 15,32 triliun. Peningkatan angka ini yang diikuti porsi pinjaman dari lender dalam negeri memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia semakin berperan dalam pemberian pinjaman sebagai lender di P2PL.
Menurutnya, dalam penyelenggaraan P2PL di Indonesia, adanya lender asing berguna bagi penyelenggara P2PL maupun para borrower sebab dapat memperluas penyediaan pinjaman/pendanaan bagi para borrower yang berasal dan berdomisili di Indonesia. Semakin banyak lender, dapat mempercepat pemberian pinjaman kepada borrower tersebut.
Ia melanjutkan, dalam pemberian pinjaman, lender asing tersebut harus tetap memenuhi ketentuan pinjam meminjam yang berlaku di P2PL sebagaimana berlaku bagi lender yang berasal dari dalam negeri.
"Biasanya mereka masuk ke Indonesia dikarenakan berbagai alasan diantaranya yaitu, merupakan mitra dari pemegang saham yang berasal dari luar negeri dan kondisi pasar P2PL di Indonesia yang dianggap lebih berkembang dibandingkan beberapa negara lain di Asia Tenggara terkait dengan P2PL," ujar Darmansyah.
Darmansyah mengungkapkan, Indonesia adalah pangsa pasar yang sangat besar. Tingkat pengembalian atau return memang menjadi salah satu daya tarik bagi lender di luar negeri. Hal ini disebabkan Indonesia yang merupakan negara berkembang dimana di Indonesia tingkat suku bunga cenderung lebih tinggi dibanding dengan negara-negara maju lainnya.
Pertimbangan lainnya yaitu para lender luar negeri ini juga melihat adanya risiko gagal bayar yang dimitigasi dengan baik di Indonesia seperti adanya penyediaan asuransi kredit melalui kerja sama pihak ketiga di P2PL.
Darmansyah mengatakan, pada saat ini, OJK lebih berfokus pada peningkatan kualitas penyelenggaraan P2PL dan penyempurnaan sistem pengawasan pada P2PL. Pihaknya sedang menyiapkan regulasi baru dan juga sistem pengawasan yang lebih modern dengan pemanfaatan teknologi informasi bagi industri P2PL.
Dengan adanya upgrading ini, pihaknya berharap para stakeholders yaitu penyelenggara, pengguna, dan masyarakat umum dapat semakin mendapatkan kebermanfaatan industri P2PL sehingga lebih optimal dalam membantu perekonomian Indonesia.
"Dengan makin baik, sehat, dan tumbuhnya industri P2PL di Indonesia, tentu akan memberikan daya tarik bagi para pihak yang ingin menjadi lender baik dari dalam negeri maupun dari dalam negeri," pungkas Darmansyah.
Selanjutnya: AFPI dorong fintech jadi solusi keuangan digital di sektor produktif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News