Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
Ia melanjutkan, dalam pemberian pinjaman, lender asing tersebut harus tetap memenuhi ketentuan pinjam meminjam yang berlaku di P2PL sebagaimana berlaku bagi lender yang berasal dari dalam negeri.
"Biasanya mereka masuk ke Indonesia dikarenakan berbagai alasan diantaranya yaitu, merupakan mitra dari pemegang saham yang berasal dari luar negeri dan kondisi pasar P2PL di Indonesia yang dianggap lebih berkembang dibandingkan beberapa negara lain di Asia Tenggara terkait dengan P2PL," ujar Darmansyah.
Darmansyah mengungkapkan, Indonesia adalah pangsa pasar yang sangat besar. Tingkat pengembalian atau return memang menjadi salah satu daya tarik bagi lender di luar negeri. Hal ini disebabkan Indonesia yang merupakan negara berkembang dimana di Indonesia tingkat suku bunga cenderung lebih tinggi dibanding dengan negara-negara maju lainnya.
Pertimbangan lainnya yaitu para lender luar negeri ini juga melihat adanya risiko gagal bayar yang dimitigasi dengan baik di Indonesia seperti adanya penyediaan asuransi kredit melalui kerja sama pihak ketiga di P2PL.
Darmansyah mengatakan, pada saat ini, OJK lebih berfokus pada peningkatan kualitas penyelenggaraan P2PL dan penyempurnaan sistem pengawasan pada P2PL. Pihaknya sedang menyiapkan regulasi baru dan juga sistem pengawasan yang lebih modern dengan pemanfaatan teknologi informasi bagi industri P2PL.
Dengan adanya upgrading ini, pihaknya berharap para stakeholders yaitu penyelenggara, pengguna, dan masyarakat umum dapat semakin mendapatkan kebermanfaatan industri P2PL sehingga lebih optimal dalam membantu perekonomian Indonesia.
"Dengan makin baik, sehat, dan tumbuhnya industri P2PL di Indonesia, tentu akan memberikan daya tarik bagi para pihak yang ingin menjadi lender baik dari dalam negeri maupun dari dalam negeri," pungkas Darmansyah.
Selanjutnya: AFPI dorong fintech jadi solusi keuangan digital di sektor produktif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News