Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan, dengan beroperasinya smelter-smelter baru, Indonesia telah mulai secara bertahap, mampu keluar dari jebakan sebagai negara penghasil bahan baku berbasis sumber daya alam semata.
“Indonesia ke depannya bisa menjadi negara yang mampu mengolah sumber daya alam yang dimilikinya, untuk menghasilkan produk-produk berbasis industri, yang selain mempunyai nilai ekonomis yang lebih besar, juga punya peran strategis dan vital bagi industri dunia,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id (14/3).
Menurut Rizal, penambahan pabrik pengolahan sejumlah komoditas ini perlu ditindaklanjuti oleh sektor hilir di industri downstream dengan mengembangkan aneka industri yang menghasilkan produk-produk berbahan dasar komoditi logam mineral. Rizal mencatat, saat ini industri downstream berbasis logam mineral terbilang belum berkembang.
Akibatnya,produk antara yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan nikel, bauksit, timbal dan besi yang akan beroperasi di Indonesia sebagian besar produk akhirnya tetap diekspor keluar negeri.
Baca Juga: Hilirisasi Bahan Tambang Membuat Komoditas Besi dan Baja Jadi Primadona Ekspor
“Memang, membuat ekosistem industri end product berbasis logam, membutuhkan biaya yang besar, penguasaan teknologi, ketersediaan pasar, serta kesiapan sumber daya manusia. Fokus penyiapan hal-hal tersebut yang semestinya segera dibenahi oleh Pemerintah, agar hilirisasi mineral dapat dilakukan di dalam negeri secara tuntas, mulai dari penambangan hingga menghasilkan aneka end product yang bernilai besar,” terang Rizal.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, hilirisasi melalui smelter akan memberikan nilai tambah yang cukup signifikan terhadap produk yang dihasilkan. Sejalan dengan hal ini, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) negara juga bisa bertambah.
“Selain itu, multiplier effect yang lain juga akan didapatkan. Peningkatan tenaga kerja seharusnya bisa terjadi, perekonomian daerah sekitar smelter bisa tumbuh, kebutuhan dalam negeri juga seharusnya bisa terpenuhi sehingga bisa mengurangi impor dari produk yang dihasilkan sehingga CAD (current account deficit) bisa dikurangi,” kata Mamit saat dihubungi Kontan.co.id (14/3).
Lebih lanjut, Mamit menilai bahwa komitmen dari investor dalam menyelesaikan proyek-proyek smelter perlu dikawal. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan agar komitmen investor untuk menyelesaikan pembangunan smelter benar direalisasi, bukan sekadar untuk mendapat kuota ekspor semata.
“Selain itu, potensi terjadi ekspor ilegal masih sangat besar. Perlu pengawasan yang ekstra dari aparat penegak hukum dan lembaga terkait agar tidak terjadi illegal ekspor,” imbuh Mamit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News