Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
“Kami sudah beberapa kali memberi nomor register untuk SPKLU dan SPBKLU dan sekarang tidak lagi didominasi oleh PLN,” ujar dia, Kamis (17/12).
Rida juga mengaku, Kementerian ESDM belum memiliki anggaran khusus untuk pembangunan SPKLU dan SPBKLU.
Ini mengingat BUMN ataupun badan usaha swasta juga ikut membangun infrastruktur tersebut dan memiliki anggarannya masing-masing. “Kalau dibangun di kantor pemerintahan, maka perlu anggaran khusus,” imbuhnya.
Baik SPKLU maupun SPBKLU sudah mendapat payung hukum yang lebih kuat berkat keberadaan Permen ESDM No. 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Baca Juga: Grab Indonesia berambisi mengoperasikan 26.000 kendaraan listrik di tahun 2025
Rida mengungkapkan, Permen tersebut mengatur tiga hal penting. Di antaranya adalah pengaturan soal standar keamanan dan keselamatan penggunaan SPKLU dan SPBKLU, skema bisnis pembangunan SPKLU dan SPBKLU, serta pengaturan soal tarif SPKLU dan SPBKLU.
“Ada dua tarif, yaitu tarif saat masuk ke SPKLU dan tarif saat melakukan charging. Di sana terdapat faktor pengali yang menjadi domain bagi PLN,” terangnya.
Dia pun memastikan, berapa pun batasan tarif yang ditetapkan PLN ditambah formulasi yang dimiliki pemerintah, harga pengisian baterai kendaraan listrik di Indonesia masih lebih kompetitif dibandingkan negara lain yang juga sudah memakai kendaraan listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News