Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Vaksinasi disebut Bayu sebagai game changer, yang bisa membuat tingkat kepercayaan diri calon penumpang meningkat. Selain itu juga untuk menahan laju kasus covid-19 sehingga pembatasan mobilitas tidak lagi diperketat, atau bisa bertahan di PPKM level 1-2.
Kedua, Bayu melihat adanya semacam koreksi pasar, khususnya dari segmen korporasi. Sebelum pandemi, perjalanan bisnis untuk melakukan pertemuan (meeting) jamak dilakukan. Namun saat ini, perusahaan lebih mengoptimalkan meeting secara digital.
Kendati begitu, pertumbuhan di penerbangan domestik masih tetap menjadi andalan. Sebab, pergerakan turis mancanegara masih akan terbatas. "Jadi di 2022 masih pertumbuhan dari faktor domestik. Kuncinya, tingkatkan rate vaksinasi, termasuk program booster, suntikan ketiga, ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan (di industri penerbangan)," jelas Bayu.
Dengan mempertimbangkan statistik pergerakan penumpang saat ini dan faktor-faktor pendorongnya, Bayu memprediksi pada tahun 2022 bisa menembus hingga 60 juta - 70 juta penumpang. Tapi, selama pandemi belum teratasi, Bayu menegaskan bahwa proyeksi di industri penerbangan bisa cepat berubah mengikuti situasi.
"Pandemi menjadi faktor koreksi, dengan asumsi dan parameter yang sama, belum tentu bisa mengikutinya. Bisa saja di 1-2 bulan ke depan ada perubahan (kebijakan) prokes dan pembatasan," ujar Bayu.
Baca Juga: Pemerintah terapkan PPKM level 3 di seluruh Indonesia saat libur Natal dan tahun baru
Industri penerbangan masih tertatih
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra juga belum menjabarkan secara rinci mengenai prospek kinerja bisnis di industri penerbangan. Apalagi, maskapai penerbangan nasional ini pun sedang berjibaku untuk bisa selamat dengan melakukan restrukturisasi.
"Kami sudah masukan proposal (restrukturisasi). Ke depan kami terus fokus. Tapi proyeksi itu akan sangat terpengaruh situasi," kata Irfan saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/11).
Merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, kinerja GIAA (parent only) hingga September 2021 mencatatkan total pendapatan sebesar US$ 568 juta. Namun GIAA membukukan total biaya operasional sebesar US$ 1,29 miliar.
Sedangkan jumlah penumpang GIAA hingga September 2021 sebanyak 2,3 juta pax. Hingga akhir tahun diproyeksikan sebanyak 3,3 juta, yakni 17% dari jumlah pax di tahun 2019 sebelum pandemi covid-19.
Pengamat dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatma juga memperkirakan industri penerbangan hingga akhir 2021 hanya akan tumbuh secara perlahan. Melonjaknya kasus covid-19 akibat varian delta yang berujung pada PPKM darurat menjadi kendala utama industri penerbangan di tahun ini.
Efek PPKM ketat pada tengah tahun 2021 sempat membuat penumpang jatuh ke level di sekitar masa PSBB pada 2020. Pemberlakuan PPKM level 3 pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022 juga menimbulkan kekhawatiran pengetatan syarat perjalanan, misalnya jika kembali diberlakukan wajib test PCR.
Selain soal biaya tambahan, syarat PCR menyulitkan penumpang lantaran hasil PCR tidak bisa cepat jadi seperti Rapid Antigen. "Jadi pertanyaan, PPKM level 3 secara nasional bagaimana dampaknya? untuk kegiatan wisata di tujuan wisata sepertinya tidak akan terlalu terpengaruh separah ke sektor transportasi. Tapi banyak kekhawatiran nantinya diterapkan PCR sebagai syarat perjalanan," tandas Gerry.
Selanjutnya: Pelonggaran PPKM, Panorama Sentrawisata (PANR) merasakan pemulihan bisnis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News