Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Jakarta Timur
Shell Basuki Rahmat-1
Shell JGC-1
Shell MT Haryono-1
Shell Pemuda-1
Shell Raden Inten
Jakarta Utara
Shell Kelapa Gading-1
Shell PIK-1
Shell Pluit Selatan-1
Shell Pluit Selatan-2
Shell Semper-1
Shell Sunter Utara-1
Shell Yos Sudarso-1
Shell menjadi perusahaan swasta terbaru yang menerima suplai BBM setelah sebelumnya distribusi dilakukan ke BP-AKR dan Vivo.
Pertamina Patra Niaga menuntaskan penyaluran 100.000 barel BBM kepada Shell Indonesia. Dengan tambahan ini, total suplai Pertamina kepada badan usaha swasta mencapai 430.000 barel.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menegaskan suplai ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan menjaga ketahanan energi nasional.
“Penyaluran kepada Shell Indonesia sebesar 100.000 barel, sehingga total suplai ke seluruh SPBU swasta mencapai 430.000 barel. Ini menunjukkan kapasitas suplai kami yang kuat dan responsif terhadap kebutuhan energi nasional,” ujar Roberth.
Tonton: 2.000 Bitcoin Bergerak: Koin Casascius Langka Aktif Kembali Setelah 13 Tahun
Ia menjelaskan bahwa mekanisme suplai dilakukan melalui proses business-to-business yang mengikuti prinsip GCG, termasuk tender pemasok, joint surveyor, serta mekanisme open book pada negosiasi komersial.
“Komoditas BBM yang dipasok telah memenuhi seluruh persyaratan yang diminta BU swasta sebagai tindak lanjut arahan pemerintah,” katanya.
Kesimpulan
Ketersediaan Shell Super di 46 SPBU Jakarta menandai pulihnya suplai setelah adanya tambahan 100.000 barel dari Pertamina Patra Niaga. Ini memperlihatkan ketergantungan operator swasta pada suplai dari pemain besar, sekaligus menunjukkan bahwa pasar BBM ritel Indonesia masih jauh dari struktur kompetitif yang benar-benar independen. Klaim Pertamina soal kapasitas suplai yang kuat patut dibaca sebagai komunikasi korporasi; faktanya, kebutuhan distribusi tambahan ini muncul karena sempat terjadi gangguan pasokan di level ritel. Pengguna mendapat manfaat dari pemulihan stok, tetapi struktur pasarnya sendiri tetap menghadirkan risiko konsentrasi suplai.
Selanjutnya: Apa Saja yang Bisa Mengangkat Cadangan Devisa RI di 2026?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













