kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sulur bisnis taipan Chairul Tanjung di industri perbankan


Kamis, 21 Oktober 2021 / 11:15 WIB
Sulur bisnis taipan Chairul Tanjung di industri perbankan

Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konglomerasi keuangan CT Group kian membesar. Sulur bisnis Taipan Chairul Tanjung di industri perbankan semakin menjuntai setelah sejumlah aksi akuisisi dilakukan lewat Mega Corpora yang menjadi kendaraannya di sektor keuangan. 

Selain menjadi pengendali di dua bank yakni Bank Mega dan  PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), Mega Corpora juga tercatat menjadi investor beberapa bank daerah. Perusahaan menggenggam 24,9% saham Bank Sulteng,  24,08% saham Bank Sulutgo dan telah menyetor investasi Rp 100 miliar di Bank Bengkulu. 

Mega Corpora juga masih akan terus menambah modal kepada bank-bank yang sudah dimilikinya.  Bank Allo yang resmi dicaplok pada Maret 2021 lalu akan kembali melakukan penambahan modal tahun lewat rights issue

CT Group mengambil alih saham bank yang semula bernama Bank Harda itu  sebanyak 73,7% dari pemegang sahamnya terdahulu. Pada Juli 2021, Allo Bank melakukan rights issue sehingga porsi saham Mega Corpora bertambah menjadi 90%. 

Bank berkode saham BBHI ini akan kembali melakukan rights issue tahun ini. Perseroan akan menerbitkan saham baru sebanyak 10,04 miliar atau 46,24% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan nominal Rp 100 per saham. 

Baca Juga: Kejar Tayang Siaran Televisi Digital, Menanti Aturan Main Penyelenggara Multipleksing

Harganya sudah ditetapkan sebesar Rp 478 per saham sehingga bank yang akan dijadikan CT sebagai bank digital ini akan meraup dana sekitar Rp 4,8 triliun. Rencana rights issue ini sudah direstui dalam RUPSLB yang digelar pada 15 Oktober lalu. 

Namun, dalam rights issue yang kedua di tahun ini, CT Group tidak akan mengeksekusi seluruh haknya. Mengutip prospektus rights issue BBHI, Rabu (20/10), Mega Corpora disebut akan mengalihkan 70% haknya ke beberapa investor strategis. 

"Sesuai dengan surat pernyataan pada 19 Oktober 2021, Mega Corpora selaku pemegang saham utama BBHI dengan kepemilikan 90% telah menyatakan hanya akan mengeksekusi 2,71 miliar saham atau sekitar 30% dari seluruh HMETD yang dimilikinya. Sisanya akan dialihkan ke beberapa investor strategis," tulis managemen dalam prospektus tersebut.

Namun, belum diungkapkan siapa investor strategis baru yang akan masuk ke Allo Bank. Dengan asumsi Mega Corpora hanya akan mengeksekusi 30% haknya maka kepemilikannya di BBHI akan berkurang menjadi 60,8% pasca rights issue. Porsi investor strategis 29,13% dan masyarakat 10%. 

Dana hasil rights issue ini akan digunakan Allo Bank untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka meningkatkan modal inti perseroan menjadi KBMI (kelompok bank modal inti) 2 dengan modal inti Rp 6 triliun-Rp 14 triliun. Selanjutnya, dana itu akan dipakai untuk pengembangan usaha termasuk mengembangkan kegiatan usaha dalam bidang kredit dengan inovasi teknologi atau yang dikenal dengan bank digital.

Rights issue ini diperkirakan akan mendapatkan izin dari OJK pada 6 Desember 2021. Periode perdagangan saham dengan HMETD dijadwalkan pada 14-16 Desember dan pencatatan saham rights issue di BEI direncanakan digelar pada 20 Desember. 

Bank Bengkulu juga direncanakan masih akan ditambah modalnya. Pemprov Bengkulu sudah mengizinkan Mega Corpora mengambil saham Bank daerah ini hingga 26%.  Per Juni 2021, Bank Bengkulu tercatat baru memiliki modal inti sebesar Rp 1,03 triliun dan Mega Corpora belum terdampak dalam nama pemegang saham bank karena penambahan modalnya masih berproses. 

Menurut Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, ekpansi bisnis bank yang dilakukan CT Group menunjukkan bahwa perusahaan konglomerasi ini memiliki modal yang cukup kuat atau kemungkinan sudah menampung para investor yang akan ikut berinvestasi di jaringan bank di bawah naungan grup milik Chairul Tanjung tersebut. 

Dia melihat prospek bisnis perbankan di dalam naungan CT Group akan baik. Pasalnya, Allo bank akan dikembangkan menjadi bank digital dimana layanannya akan teritegrasi dengan bank yang jadi sister company-nya. 

"Konsolidasi ini tentu akan menghasilkan efisiensi. Mega Copora tidak perlu berinvestasi untuk pengembangan digitalisasi di masing-masing bank. Digitalisasi BPD masih sangat lambat saat ini. Dengan masuk ke CT Group mereka bisa terintegrasi dengan layanan digital di Groupnya selain dengan mendapat tambahan modal," kata Trioksa pada Kontan.co.id, Rabu (20/10).

Dari sisi bisnis, lanjutnya, prospek bisnis bank-bank CT Group ini juga akan cukup baik. BPD yang sudah memiliki captive market dari ASN di wilayahnya masing-masing, bisa memperluas target pasarnya ke sektor usaha CT Group lainnya yang cukup variatif mulai dari ritel, perhotelan, tambang properti, media dan lain-lain. 

Bank-bank CT Group yang lain juga bisa lebih leluasa ekspansi ke daerah. "Jadi akan bank-bank itu akan bersinergi positif. Selain sudah ada captive market, potensi pasarnya mereka akan semakin terbuka," kata Trioksa. 

Trioksa melihat konsolidasi CT Group dengan bank daerah akan dilakukan lewat skema Kelompok Usaha Bank (KUB). Seperti diketahui, OJK telah menetapkan bank umum wajib memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun per akhir 2022. Namun, regulator memberikan insentif bagi bank yakni hanya perlu modal inti Rp 1 triliun namun harus mencari inang yang kuat lewat KUB yang bisa mengampunya. 

Dengan begitu, bank daerah yang ada di CT Group tentunya tidak perlu menambah modal hingga Rp 3 triliun. CT Group yang memiliki modal kuat bisa membantu bank-bank ini jika seandainya mengalami kesulitan likuiditas. 

Selanjutnya: Bank-bank kecil jadi incaran akuisisi investor lokal dan global

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×