Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 masih menghadapi tantangan ketidakpastian baik domestik maupun global.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan menyiapkan beragam antisipasi untuk menghindari berbagai risiko yang akan mengganggu perekonomian dalam negeri.
Ia mengatakan faktor pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan bisa menjadi batu sandungan bagi emerging market, termasuk Indonesia. Pemulihan ekonomi negeri Paman Sam itu semakin nyata setelah pada Mei lalu inflasi sudah di level 5%.
Hal tersebut diyakini akan memicu AS untuk mulai perlahan mengurangi insentif fiskal dan kebijakan moneternya. Dus, dikhawatirkan akan menjadi pendorong catital outflow ke depan, utamanya di pasar SBN.
Baca Juga: Pertumbuhan utang luar negeri Indonesia melambat pada awal kuartal II
“Perekonomian global dan domestik mulai menunjukkan tren pemulihan, namun masih dibayangi ketidakpastian, sehingga perlu langkah antisipasi," kata Menkeu dalam Webinar BPK, Selasa (15/6).
Kemudian, dari sisi penerimaan perpajakan juga menghadapi tantangan, seiring perbaikan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, sehingga diperlukan antisipasi dan mitigasi risikonya.
“Penerimaan perpajakan jadi tantangan, sebab situasi ini, kita dalam mencari keseimbangan yang pas antara memulihkan ekonomi dan harus mulai sehatkan APBN, pelaksnaaan APBN. Bahkan Pak Menko Perekonomian melakukan rapat maraton dari minggu hingga hari ini, kumpulkan Gubernur dan Kepala daerah, sudah ada anggaran PEN, daerah belum tentu laksanakan tepat waktu dan tepat kualitas dan kita harus jaga defisit APBN supaya ngak naik," ucap Menkeu.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa berbagai tantangan dalam pelaksanaan APBN 2021, perlu dimitigasi sejak dini, untuk mengendalikan risiko dalam rangka mendukung konsolidasi fiskal di tahun 2023 yakni mengembalikan deifisit anggaran kembali ke 3% terhadap PDB sesuai amanat UU Nomor 2 Tahun 2020.
Sehingga pemerintah tetap menjaga agar defisit terkendali 5,7% terhadap PDB dan menjaga program pemulihan ekonomi nasional.
Apalagi APBN telah bekerja luar biasa keras sebagai instrumen fiskal untuk penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Lonjakan defisit pun berimplikasi pada peningkatan utang di berbagai negara.
Baca Juga: BI akan minta desain acuan Central Bank Digital Currency di pertemuan G20