kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selain insentif, Kementerian ESDM juga petakan potensi hilirisasi batubara


Kamis, 19 November 2020 / 06:45 WIB
Selain insentif, Kementerian ESDM juga petakan potensi hilirisasi batubara

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

Wafid mengatakan, saat ini prioritas produk hilirisasi batubara ialah berupa DME dan metanol melalui proses gasifikasi batubara. Pasalnya, DME dan methanol bisa mengurangi impor dan mensubstitusi BBM, BBG, dan bahan baku industri kimia dasar.

"Salah satunya adalah LPG yang selama ini diimpor 75%-78%. Cukup memberatkan keuangan negara. Ini diharapkan bisa diatasi dengan DME hasil gasifikasi batubara," ujar Wafid.

Juga untuk kebutuhan metanol di Indonesia yang diperakirakan mencapai 2,1 juta ton pada tahun 2025, yang sekitar 1,6 juta ton diperoleh melalui impor. "Kebutuhan impor ini lah yang kita inginkan untuk bisa diganti dengan hasil hilirisasi batubara," imbuh Wafid.

Kendati begitu, ada sejumlah tantangan dalam merealisasikan proyek ini. Yaitu investasi yang besar, serta harga DME yang harus mampu berkompetisi dengan LPG subsidi.

Baca Juga: Ramai sentimen, begini prospek emiten tambang batubara ke depan

Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan sejumlah alternatif kebijakan. Seperti penyediaan insentif serta opsi untuk memberikan subsidi bagi DME, jika digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

Masih menurut Wafid, ada empat skenario penyerapan produk hilirisasi batubara. Pertama, integrasi proyek dengan off taker. Sebagai contoh, proyek gasifikasi batubara yang terintegrasi.

"Juga konversi methanol menjadi DME didekat lokasi pengguna LPG. Misalnya methanol yang diproduksi di Kalimantan dan Sumsel dikonversi menjadi DME didekat lokasi pengguna LPG," ujar Wafid.

Kedua, melalui substitusi impor dalam negeri. Selain DME untuk subsitusi LPG, ada juga pemenuhan kebutuhan kokas bagi smelter dan pabrik baja dari pabrik cokes making dalam negeri.

Ketiga, melalui program pemerintah mengganti LPG dengan menggunakan briket untuk digunakan oleh UMKM. Keempat, promosi kepada investor baru untuk mengembangkan cadangan batubara kualitas rendah melalui gasiifkasi atau coal upgrading insitu.

Baca Juga: APBI: Ekspor batubara masih dominan lantaran serapan di dalam negeri belum signifikan



TERBARU

×