kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sektor ritel menjadi segmen usaha yang terperosok cukup dalam akibat pandemi


Sabtu, 13 Maret 2021 / 13:45 WIB
Sektor ritel menjadi segmen usaha yang terperosok cukup dalam akibat pandemi

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah. Selain menggambarkan suramnya kondisi industri ritel tahun lalu, kerugian HERO yang sampai Rp 1 triliun itu juga menjadi pertanda adanya peralihan pola ritel di Indonesia.

Menurutnya, ritel dengan format besar seperti supermarket atau hipermarket sangat terpukul oleh pandemi. Sebaliknya, ritel dalam skala mini market bisa bertahan, bahkan masih bisa mencatatkan pertumbuhan meski tidak signifikan.

"Karena covid, orang-orang nggak mau berkeliling lama. Maunya itu langsung datang, beli, bayar. Model muter-muter cuci mata dalam situasi ini nggak diminati, maka jadi drop," terang Budiharjo.

Ke depan, tren tersebut harus dilihat oleh para peritel berskala jumbo. Apalagi, dorongan belanja digital juga tak terhindarkan. "Orang nggak mau repot cari barang, cepat dan praktis. Ini memang tantangan dan dinamika yang harus dicari solusinya oleh para peritel seperti kami," ungkapnya.

Adapun menurut catatan Hippindo, pada tahun lalu omzet peritel turun dengan bervariasi. Untuk kategori supermarket atau hipermarket, omzet bisa merosot hingga 20%-30%. Untuk segmen fashion bisa lebih dari 50%, begitu juga kategori department store. "Yang hidup sekarang tuh yang kecil-kecil, kayak minimarket, apotek. Itu bisa stabil, bahkan tumbuh single digit," sebut Budiharjo.

Dihubungi terpisah, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengamini bahwa kerugian dari HERO juga penutupan beberapa gerainya harus dilihat dari berbagai sisi.

Pertama, adanya pelambatan ekonomi dan menurunnya konsumsi masyarakat akibat pandemi covid-19. Hal ini dialami oleh hampir semua peritel berskala besar. Kedua, pergeseran pola konsumsi masyarakat. Pandemi digital mendorong aktivitas belanja online masyarakat meningkat. Fenomena ini, harus disikapi secara serius oleh para peritel.

"Jadi transformasi digital itu suatu keniscayaan bagi semua. Yang semula mengandalkan store tatap muka, harus bertransformasi. Sehingga, paling tidak bisa mengurangi dampak pelambatan ekonomi," pungkasnya.

Hal serupa tak hanya dialami oleh HERO. Peritel lainnya seperti PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga mengalami penurunan pendapatan bersih hingga 52,9% menjadi hanya Rp 4,8 triliun di 2020. LPPF pun mencetak rugi yang dapat diatribusikan hingga Rp 873,18 miliar. Padahal, pada tahun sebelumnya LPPF bisa mengantongi laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk hingga Rp 1,37 triliun.

Hingga Kuartal III-2020, pendapatan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) juga anjlok 34,01% secara tahunan menjadi Rp 10,7 triliun. MAPI menanggung rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga Rp 605,33 miliar. Padahal di periode yang sama tahun lalu, MAPI masih membukukan laba Rp 642,84 miliar. 

Selanjutnya: E-commerce terus tumbuh, kontributor ekonomi digital semakin bervariasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×