kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Saran pengamat pajak terkait wacana pemerintah mengubah tarif PPN


Jumat, 21 Mei 2021 / 07:55 WIB
Saran pengamat pajak terkait wacana pemerintah mengubah tarif PPN

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah berencana untuk meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan. Tujuannya untuk mengerek penerimaan pajak.

Hingga kini pemerintah belum memutuskan skema PPN yang akan digunakan tahun depan. Tapi, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan saat ini pemerintah tengah membuka dua opsi perubahan tarif PPN.

Pertama, single tarif dengan meningkatkan tarif PPN saat ini sebesar 10% menjadi sampai 15%. Kedua, skema multitarif PPN. 

Suryo menjelaskan untuk skema multitarif PPN antara lain terdiri dari pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah. 

Baca Juga: Kebijakan fiskal tahun depan berfokus pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural

Di sisi lain, Menteri Koordinator (Menko) Perkonomian Airlangga Hartarto menyebut selain tarif PPN, pemerintah juga telah memasukan klausul Goods And Service Tax (GST). 

Kendati demikian, Menko Airlangga belum memastikan skema GTS merupakan pengganti PPN yang berlaku saat ini. Yang jelas dirinya menyampaikan kebijakan perpajakan yang diusulkan pemerintah ke parlemen akan memerhatikan kondisi ekonomi.

Lebih lanjut Menko mengatakan skema GST diajukan dalam rangka melindungi industri manufaktur yang selama ini terpukul akibat pandemi virus corona. 

“Ada juga pembahasan pajak penjualan ataupun GST ada hal-hal yang diatur sehingga pemerintah lebih fleksibel mengatur sektor manufaktur perdagangan dan jasa, kisarannya akan diberlakukan pada waktu yang tepat skenarionya akan dibuat lebih luas sehingga tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan,” ujar Menko Airlangga kemarin (20/5).

Baca Juga: Soal tax amnesty jilid II, begini komentar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan tentunya ada pro-kontra dari masing-masing pilihan kenaikan tarif PPN. 

Menurutnya untuk single tarif, lebih mudah secara administrasi. Tapi, dari aspek keadilannya kurang terakomodasi. Sebaliknya untuk multitarif akan mengakomodasi aspek keadilan tapi ada tantangan dari segi administrasi. 

Meski begitu, Fajry mengatakan merujuk ke best practice di berbagai negara,  banyak negara maju terutama negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menggunakan sistem multitarif.

Baca Juga: Sri Mulyani: Fokus kebijakan fiskal tahun 2022 ada pada pemulihan ekonomi

Tren tersebut mungkin bisa digunakan sebagai pertimbangan kebijakan tarif PPN di Indonesia mendatang.

Di sisi lain terkait GST, Fajry mengatakan semenjak Undang-Undang Nomor 11 tahun 1994 tetang PPN dan PPnBM berlaku, secara legal struktural Indonesia telah beralih dari PPN menjadi GST. 

“Apakah GST lebih baik, pastinya yang broad-based lebih baik. Sesuai arah reformasi pajak di banyak negara,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (20/5).

Selanjutnya: Pajak penghasilan Netflix, Spotify, hingga Zoom bakal dikejar pada 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

×