Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Sementara di ekraf akan tumbuh lebih dari 600.000-700.000 lapangan kerja yang ditopang oleh sektor unggulan yakni kuliner, kriya, dan fashion.
Pandemi ini di sisi lain memiliki sisi positif karena justru mempercepat perubahan paradigma pembangunan pariwisata dari Quantity Tourism menjadi Quality and sustainable Tourism.
"Kita menekankan kepada prinsip sustainable tourism yang bergantung pada apa yang kita tawarkan kepada para wisatawan sesuai tren pariwisata ke depan yaitu more personalized, customized, localized, dan smaller in size,” jelas Sandiaga.
Adapun Wisman tahun ini ditargetkan mencapai sekitar 1,8 juta - 3,6 juta dengan nilai devisa pariwisata mencapai US$ 470 juta – US$ 1,7 miliar.
Baca Juga: Setelah UU Disahkan, Jokowi Akan Pilih Kepala Otorita Ibu Kota Baru, Ini Calonnya
Dalam kesempatan yang sama, Maulana Yusron, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah agar fokus pada industry MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) tahun ini.
Pasalnya, dengan kondisi yang masih mengandalkan Wisnus maka pasar MICE ini masih lebih tinggi dibandingakan leasure.
“Dari sisi segmen pasar Wisnus dari presprektif hotel dan restoran, pasar segmen MICE memberikan kontribusi 70%, sementara leasure, dan minat khusus dan lainnya hanya 30%,” ujar Yusron.
Yusron mengungkapkan, era globalisasi dan semakin eksisnya Revolusi Industri 4.0 saat ini menjadikan prospek Industri MICE semakin berkembang.
Selain itu, kegiatan MICE selalu melibatkan banyak sektor dan banyak pihak sehingga menimbulkan pengaruh ekonomi ganda yang menguntungkan banyak pihak.
Ia bilang, industri MICE memberikan manfaat langsung kepada ekonomi masyarakat seperti percetakan, advertising, akomodasi, usaha kuliner, cinderamata, biro perjalanan wisata, transportasi, professional conference organizer (PCO), usaha kecil dan menengah (UKM), pemandu wisata dan event organizer.
Trisnadi Yulrisman, Direktur Keuangan dan Operasional PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), menyoroti industri homestay yang bisa menjadi penggerak perekonomian di desa wisata baik desa wisata prioritas maupun non prioritas.
SMF telah melakukan inisiatif strategis produk KPR Rumah Usaha dalam bentuk program pembiayaan homestay sejak tahun 2018 dan dalam masa inkubasi hingga sekarang, program ini masih menggunakan dana PKBL/TJSL.