kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana merger Indosat dan Tri masih terhalang RPP UU Cipta Kerja


Rabu, 20 Januari 2021 / 09:30 WIB
Rencana merger Indosat dan Tri masih terhalang RPP UU Cipta Kerja

Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai prospek merger yang dilakukan PT Indosat Tbk (ISAT) dan Tri Indonesia cukup terbuka tetapi akan tergantung kepada kesepakatan Indosat Ooredoo dan Tri itu sendiri serta restu pemerintah.

"Menkominfo nampaknya sudah merestui. Namun nampaknya masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja," ungkap Heru kepada kontan.co.id, Selasa (19/1).

Ia mengatakan, kalau melihat perkembangan disebutkan bahwa RPP akan segera terbit, meski ada beberapa hal yang masih perlu penegasan soal teknologi baru yang memungkinkan penggunaan frekuensi bersama.

Heru menyebut, mekanisme merger biasanya akan melapor kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan meminta persetujuan. Menurutnya, akan tergantung evaluasi dan kebijakan Menkominfo apakah frekuensi akan diambil atau tidak.

"Kalau melihat bahwa konsolidasi didorong juga Menkominfo, dan arahan UU Cipta Kerja, nampaknya perusahaan gabungan nantinya akan dapat menggunakan semua frekuensi yang sebelumnya dialokasikan pada Indosat dan Tri," jelas Heru.

Sebagai informasi, berdasarkan aturan sebelumnya, yakni Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 Telekomunikasi mengamanatkan, frekuensi adalah milik negara.

Baca Juga: Saham Indosat (ISAT) direkomendasikan hold, ini sebabnya

Dengan demikian, jika satu operator berhenti misalnya karena adanya akuisisi, maka frekuensi tersebut arus dikembalikan ke pemerintah. Itu sebabnya merger akuisisi belum terjadi karena si pembeli mencaplok perusahaan operator tanpa frekuensinya alias kosong. 

Operator juga perlu mendapatkan kejelasan tentang alokasi spektrum frekuensi radio pasca merger dan akuisisi. Spektrum frekuensi radio adalah sumber daya terbatas milik negara sekaligus alat untuk operator berkompetisi. Namun, harus ada kejelasan aturan merger dan akusisi untuk perusahaan telekomunikasi. 

Sehingga kolaborasi Kominfo dan Komisis Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sangat perluk dalam mengatur hal ini agar kompetisi tetap sehat. Heru melanjutkan sebelum ada kebijakan UU Cipta Kerja, semua akan tergantung suka atau tidaknya (like or dislike) Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).

Menurutnya, jika frekuensi dikembalikan ke negara, maka akan membuat industri tidak jelas, kapan dikembalikan dan kapan tidak. Ia mengatakn, dahulu pun tidak ada pengembalian. Contohnya adalah ketika Indosat (ISAT) membeli Satelindo. Pengambilan frekuensi baru terjadi pada 2013, atau tepatnya diambil 10 MHz baru terjadi saat XL Axiata membeli Axis Telecom.

Sementara itu, Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ahmad M. Ramli mengatakan sampai saat ini pembicaraan mengenai potensi pengembalian frekuensi belum ada. "Sampai saat ini belum ada permohonan atau info terkait hal tersebut," kata Ramli.

Anggota Komisi I DPR RI, Willy Aditya menyampaikan, sampai saat ini pihaknya di DPR belum memiliki informasi valid yang berasal dari laporan Kementerian berkenaan dengan merger Indosat-Tri terkait. "Mungkin dalam waktu dekat ini," kata Willy.

Willy menjelaskan, memang Kemkominfo memberi dukungan terhadap ide merger antara ISAT dan Tri. Hal ini berkaitan dengan efisiensi dan peningkatan nilai tambah pada industri telepon selular. Apalagi saat ini sudah ada UU Cipta Kerja yang mempunyai semangat untuk menaikan daya dorong ekonomi dari sektor telekomunikasi, melalui digitalisasi dan restrukturisasi frekuensi.  

"Menurut saya tidak ada hal mendasar yang dapat menjadi ganjalan Kemkominfo menyutujui aksi merger tersebut. Hal ini malah lebih sejalan dengan semangat dari penyederhanaan Penggunaan frekuensi dan pemanfaatan digital deviden yang ada di UU Cipta Kerja," jelas Willy.

Ia menilai, UU Cipta Kerja memberi ruang yang cukup baik UU Telekomunikasi yang ada. Hal ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh negara. Tinggal bagaimana negara melalui Kominfo menyiapkan perangkat aturan yang jelas dan tegas, biarkan proses-proses bisnis dalam merger antar perusahaan itu diselesaikan secara bisnis-to-bisnis.

"Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksana pelaksanaan sektor pos, telekomunikasi, dan penyiarannya sudah dibuat pertanggal 5 Januari 2021 tetapi sampai hari ini baru RPP Lembaga Pengelola Investasi (LPI), masih menunggu sampai akhir bulan nanti untuk di sign," kata Willy.

Sebagai informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali mempublikasikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) per tanggal 5 Januari 2021. RPP ini merupakan aturan pelaksana UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sektor Pos Telekomunikasi dan Penyiaran.

Selanjutnya: Rencana merger Indosat (ISAT) dengan Tri bisa berdampak positif terhadap kinerja ISAT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×