kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Realisasi kartu kredit masih tipis, perbankan perhatikan potensi NPL


Selasa, 17 November 2020 / 07:00 WIB
Realisasi kartu kredit masih tipis, perbankan perhatikan potensi NPL
ILUSTRASI.

Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini, tren transaksi kartu kredit masih mencatat perlambatan di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga usai di dalam negeri. Merujuk data Bank Indonesia (BI) realisasi kartu kredit sejak Januari hingga September 2020 tercatat sebesar Rp 180,6 triliun. 

Walau terlihat besar, posisi itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi di akhir 2019 yang menyentuh Rp 342,68 triliun. 

Bukan hanya transaksi yang melambat, pandemi juga membuat risiko non performing loan (NPL) pada bisnis kartu kredit meningkat. Beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id pun mengamini hal tersebut. 

Baca Juga: Ingin taruh dana di deposito? Perhatikan dulu hal-hal berikut ini

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, per September 2020 lalu mencatatkan NPL kartu kredit sebesar 3,55%. Walau tinggi, Direktur BCA Santoso Liem mengisyaratkan bahwa sejatinya tren tersebut terus menurun sejak bulan Juli 2020 sejalan dengan meningkat kembali penggunaan kartu kredit oleh konsumen. 

Tren penurunan NPL tersebut tambah Santoso juga disebabkan meningkatnya kemampuan bank dalam memberikan solusi bagi pemegang kartu kredit yang memiliki potensi bermasalah dalam pembayaran kartu kredit akibat pandemi. "Misalnya dengan program konversi tagihan menjadi cicilan dengan bunga ringan bagi yang membutuhkan," ujar Santoso, Minggu (15/11) malam. 

Sebagai informasi saja, bisnis kartu kredit BCA memang tercatat mengalami perlambatan sebesar 18,5% secara year on year (yoy) dari Rp 13,41 triliun menjadi Rp 10,92 triliun. Meski begitu, secara kuartalan terjadi peningkatan sebesar 2,7% (qoq). Hal ini menjadi penanda bagi perseroan bahwa tren transaksi belanja di masyarakat mengarah ke level pemulihan. 

Serupa, PT Bank CIMB Niaga Tbk pun mengakui tren transaksi kartu kredit memang masih negatif. Hal ini tercermin dari realisasi per September 2020 yang turun 4,4% secara yoy menjadi Rp 8,82 triliun. 

Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan pun tak menampik bahwa secara umum ada kenaikan NPL sebagai dampak dari Covid-19. Sayangnya, pihaknya tidak dapat merinci besaran NPL saat ini.

Yang jelas, Lani menyebut bahwa sejatinya tren NPL sudah mengalami penurunan. "Sebagian karena dampak dari stimulus Covid-19 yang juga diatur dalam regulasi dari rekening yang direstrukturisasi," terangnya. 

Dia pun memprediksi, posisi NPL yang sesungguhnya di bisnis kartu kredit baru bisa terlihat dalam beberapa bulan ke depan. Tergantung dari kemampuan membayar nasabah. "Pertumbuhan transaksi kartu kredit masih negatif secara yoy. Kami perkirakan sampai akhir tahun masih negatif," terangnya. 

Baca Juga: Perbankan masih selektif, pertumbuhan KTA masih terbatas

Asal tahu saja, relaksasi pembayaran tagihan kartu kredit di masa pandemi memang sudah diatur oleh bank sentral sejak 1 Mei 2020. Dalam aturan tersebut, BI menurunkan batas maksimum suku bunga dari 2,25% per bulan menjadi 2%. Kemudian, pembayaran minimum kartu kredit juga diturunkan dari sebelumnya 10% menjadi 5%. Termasuk pula besaran biaya denda keterlambatan pembayaran dari sebelumnya 3% menjadi 1% atau maksimal Rp 100.000.

Namun, masa berlaku relaksasi tersebut hanya sampai 31 Desember 2020. Melihat masih rendahnya kemampuan membayar nasabah kartu kredit, Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan pihaknya telah meminta regulator untuk memperpanjang keringanan bagi nasabah kartu kredit. 

Harapannya, BI dapat mengabulkan perpanjangan keriangan bayar, hingga batas bunga maksimal kartu kredit di kisaran 2% per bulan atau 24% per tahun sampai akhir 2021 mendatang. "Usulan kami untuk memperpanjang kebijakan relaksasi kartu kredit melihat bahwa situasi ekonomi di masa pandemi ini belum menunjukkan tanda menuju recovery," katanya. 

Pihaknya memandang, selain membantu meringankan beban nasabah kartu kredit, perpanjangan aturan ini diharapkan bisa menjadi alat bagi bank untuk menekan NPL. Apalagi mengingat bahwa transaksi kartu kredit di masa pandemi menurun hampir separuh dari kondisi normal. 

Kendati tidak dapat merinci besaran NPL kartu kredit secara industri, Steve mengamini kalau telah terjadi peningkatan yang disebabkan volume transaksi yang masih rendah. Sayangnya, AKKI masih menunggu respon dari regulator perihal usulan perpanjangan keringanan tersebut.

"Kami belum mendapat jawaban dari regulator. Mungkin dalam waktu dekat ini akan diambil keputusannya," pungkas Steve.

Selanjutnya: Transaksi harbolnas tahun ini diprediksi bakal lebih tinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×