Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan program bansos sembako untuk membantu keluarga miskin tidak tepat. Menurutnya, skema perlindungan sosial itu musti diubah menjadi BLT karena langsung berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Faisal menyampaikan melalui skema BLT masyarakat miskin bisa menentukan sendiri pilihan barang yang ingin dikonsumsinya. Ia memberi contoh, bansos sembako seperti gula dan beras tidak cocok untuk penderita diabetes. Sementara, keluarga yang mempunyai bayi atau anak balita bisa menggunakan BLT untuk membeli susu.
Baca Juga: Meminimalisir korupsi penyaluran Bansos 2021, ini saran ekonom Indef
“Kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Kalau diberikan tunai dan ditransfer, kemungkinan dikorupsi sangat kecil. Yang tidak punya rekening bank bisa ditransfer lewat kantor pos, ” tulis Faisal dalam akun media sosialnya, Minggu (6/12)
Sejalan, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan bahwa skema bansos tidak diberikan dalam bentuk barang sembako. Kata Piter, pemerintah harus segera membangun sistem penyaluran bansos yang sudah sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi digital dan di-support dengan data penerima yang lengkap.
“Sehingga ke depan pengawasan dan pengecekan penyaluran bansos dapat dilakukan oleh semua pihak sekaligus mengurangi minat dan peluang penyelewengan,” kata Piter kepada Kontan.co.id, Selasa (8/12)
Selanjutnya: Pemerintah alokasikan anggaran untuk Bansos sebesar Rp 408,8 triliun di tahun 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News