kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek Satelit Kemhan Disebut Rugikan Negara Capai Rp 800 Miliar


Jumat, 14 Januari 2022 / 07:15 WIB
Proyek Satelit Kemhan Disebut Rugikan Negara Capai Rp 800 Miliar

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, adanya dugaan pelanggaran hukum terkait kontrak proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2015. Akibat hal itu, kerugian negara diperkirakan mencapai sekitar Rp 800 miliar.

Mahfud mengatakan, dugaan pelanggaran hukum tersebut menyebabkan potensi kerugian negara karena oleh pengadilan diharuskan membayar uang yang terbilang sangat besar.

“Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum yaitu Kementerian Pertahanan pada tahun 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu padahal anggarannya belum ada,” ujar Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (13/1).

Baca Juga: Menhan Prabowo meluncurkan kapal KCR kelima karya anak bangsa

Mahfud menerangkan, pelanggaran hukum diduga terkait penyalahgunaan kewenangan pengelolaan slot orbit 123 derajat bujur timur. Kemhan meneken kontrak dengan PT Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat pada 2015-2016.

“Kontrak itu dilakukan untuk membuat satkomham, satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar. Padahal anggaran nya belum ada. Berdasarkan kontrak yang tanpa anggaran itu jelas melanggar prosedur,” ucap Mahfud.

Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.

Sehingga pada 9 Juli 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar.

“Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya,” ujar Mahfud.

Selain dengan Avanti, Mahfud menyebut, pemerintah juga baru diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar yang nilainya sampai saat ini sebesar US$ 20.901.209 kepada Navayo.

“Ini harus bayar menurut arbitrase, yang US$ 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar),” terang Mahfud.

Baca Juga: Pengumuman CPNS Kemhan 2021: Cek materi dan lokasi ujian di sini

Selain dijatuhi putusan Arbitrase di London dan arbitrase di Singapura, Mahfud mengatakan, negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Sehingga banyak sekali beban jika hal ini tidak segera diselesaikan.

“Yang bertanggungjawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus melakukan pengadaan satelit,” pungkas Mahfud.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penelitian dan pendalaman terkait kasus tersebut. Ia menyebut, dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk ditingkatkan ke penyidikan.

“Sekarang sudah hampir mengerucut, InsyaAllah dalam waktu dekat perkara ini naik ke penyidikan,” ucap Burhanuddin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×