Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri multifinance masih terus dibayangi efek pandemi Covid-19. Terbukti, kinerja multifinance masih terkontraksi sehingga rasio profitabilitas juga ikut tertekan.
Merujuk data OJK, industri multifinance mencatatkan rasio profitabilitas (RoA) sebesar 1,66% pada Maret 2021. Nilai tersebut turun signifikan dari realisasi Maret tahun lalu yakni 4,57%.
RoA merupakan instrumen untuk mengukur kemampuan suatu multifinance, dalam menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Semakin tinggi RoA berarti rasio profitabilitas terhadap aset multifinance semakin baik.
Baca Juga: Percantik kualitas aset multifinance lewat hapus buku kredit
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno memperkirakan, penurunan tersebut karena pendapatan multifinance tumbuh minus. Selain itu, penerapan standar akuntansi PSAK 71 ikut membebani kinerja industri.
"Bagaimana kami harus mencadangkan penurunan nilai aset (impairment) dari piutang perusahaan sesuai dengan peraturan PSAK 71," kata Suwandi, pekan lalu.
Walaupun kinerja industri menurun, tapi kinerja BCA Finance masih tumbuh. Secara ytd, rasio profitabilitas BCA Finance capai 23,8% per Juni 2021. Nilai itu naik dibandingkan Desember 2020 yakni 17,8%.
Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim akan terus berupaya agar profitabilitas perusahaan tetap terjaga sampai akhir tahun. Bahkan, anak usaha Bank BCA ini masih optimistis bisa mencapai target untuk paruh kedua 2021 sebesar Rp 30 triliun.
Baca Juga: Pefindo proyeksi penerbitan obligasi sektor multifinance berlanjut ke semester kedua
Namun, perusahaan masih membuka peluang untuk merevisi target dengan memperhatikan kondisi ke depan. “Sementara kami belum akan merevisi target dan akan lihat kondisi beberapa bulan ke depan. Banyak faktor seperti kasus Covid, PPKM mikro yang masih tidak bisa diprediksi,” jelasnya.
Laba multifinance
Di tengah perlambatan kinerja tersebut, laba yang diperoleh perusahaan multifinance juga susut. Secara yoy, laba bersih industri multifinance merosot hingga 23,64% menjadi Rp 3,23 triliun per Maret 2021.
Menurut Suwandi, penurunan laba tersebut karena sebagian pemain menyisihkan pencadangan untuk piutang ragu-ragu. Dengan perhitungan tersebut, diharapkan tidak mengganggu kinerja pendapatan pada periode berjalan. "Ini yang bisa mengembalikan profit kita pada tahun 2021 dan seterusnya," terang Suwandi.
Di sisi lain, industri multifinance harus hadapi enam tantangan sepanjang 2021. Pertama, mobilitas karyawan, terutama untuk penagihan kredit menjadi terbatas selama pandemi.
Kedua, terjadi penurunan pertumbuhan piutang yang mengakibatkan kontraksi bisnis pembiayaan. Ketiga, kebijakan PPKM ini berpotensi meningkatkan permintaan restrukturisasi. Alhasil, masa restrukturisasi diperpanjang sehingga rasio kredit bermasalah (NPF) juga ikut naik.
Keempat, perusahaan akan menanggung beban biaya lebih besar untuk pengobatan, vaksinasi dan swab karyawan. Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mulai mengembangkan digitalisasi sehingga kinerja semakin efektif.
"Supaya karyawan tidak lagi bekerja langsung secara fisik tapi semuanya secara online, terutama untuk penandatangan kredit, perjanjian pembiayaan dan lainnya," tambahnya.
Kelima, terjadi peningkatan transaksi penjualan produk otomotif secara tunai sehingga pembiayaan multifinance turun. Padahal sebelumnya, porsi pembelian otomotif secara kredit masih sebesar 60% dan sisanya kas.
Selanjutnya: Penerbitan obligasi multifinance masih akan marak di semester II-2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News