kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produksi gula sulit alami kenaikan pada 2021, ini penyebabnya


Senin, 28 Desember 2020 / 08:20 WIB
Produksi gula sulit alami kenaikan pada 2021, ini penyebabnya

Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, produksi gula akan sulit mengalami kenaikan di tahun mendatang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari faktor hulu hingga hilir.

Beberapa faktor tersebut antara lain gula petani yang belum terserap seluruhnya oleh pasar. Hal ini disebabkan oleh besarnya impor gula di tahun ini hingga gula rafinasi yang masuk ke pasar konsumsi. Ini membuat gula petani sulit untuk bersaing.

Tak hanya itu, Soemitro juga mengatakan sulitnya peningkatan gula di tahun mendatang akibat kurang bergairahnya pertanaman tebu.

Hal ini juga disebabkan berbagai alasan mulai dari harga patokan petani (HPP) yang tak kunjung bertambah, tidak adanya perubahan pada harga eceran tertinggi (HET) gula, tidak adanya pertambahan areal perkebunan tebu, hingga sulitnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi.

Baca Juga: Ini 11 gejala gula daerah rendah yang perlu diwaspadai

"Di hadapan kita membentang kompetitor komoditas lain, di sawah yang itu juga tidak kalah dengan tanaman tebu, kalau itu yang terjadi maka apakah bisa diharapkan tahun depan ini ada kenaikan produksi," ujar Soemitro kepada Kontan.co.id, Minggu (27/12).

Lebih lanjut Soemitro pun mengatakan bila berbagai masalah ini tidak segera diperbaiki, maka produksi gula pun akan semakin sulit meningkat. Menurutnya, harus ada upaya untuk mendorong petani menanam tebu.

Beberapa tantangan yang harus diatasi seperti penyediaan pupuk bersubsidi, adanya perbaikan pada pabrik gula yang membuat rendemen meningkat, adanya perubahan HPP, juga perubahan pada mekanisme HET.

Soemitro berharap, dipilihnya Menteri Perdagangan yang baru bisa mengubah mekanisme HET, tanpa harus mengorbankan konsumen.

Dia menerangkan, adanya kebijakan HET semakin menekan minat petani untuk menanam gula. Sementara, ada pula kebijakan HPP yang tidak pernah mengalami kenaikan sejak 2016.

Tak hanya itu, Soemitro juga berpendapat produksi gula akan sulit meningkat bila tidak ada perbaikan kebijakan pemerintah terkait pemberian izin impor gula bagi perusahaan industri gula baru.

Menurutnya, bila pemberian izin impor tersebut tidak diiringi dengan penambahan areal tanam tebu di dalam negeri, maka produksi gula akan terus berkurang.

Baca Juga: Kementan jamin 11 komoditas pangan ini, stoknya aman selama Natal dan Tahun Baru

"Kalau kebijakan yang ditetapkan pemerintah masih seperti itu, mengenai kebijakan pupuk, mengenai kebijakan insentif impor gula kepada pabrik gula yang baru, itu juga kan akan menekan kita. Gula kita aja belum laku sampai sekarang, sudah dikasih izin, masih ada kebijakan HET. Kalau itu tidak diperbaiki dan tidak dikoreksi, maka saya memandang masih suram masa depan industri gula kita," terang Soemitro.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan kebutuhan gula konsumsi akan bisa dipenuhi dari dalam negeri pada 2023 mendatang. Namun, Soemitro berpendapat hal ini akan sulit dicapai bila tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan sejak saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×