Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, PPATK telah menerima sekitar 73 ribu Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) sepanjang tahun 2021,
Selain itu, PPATK mencatat 19,7 juta Laporan Transaksi Dari dan Ke Luar Negeri (LTKL); 2,4 juta Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT); dan 39 ribu Laporan Transaksi Penyedia Barang dan/atau Jasa (LT PBJ).
“PPATK juga telah menyampaikan 1.104 Laporan Hasil Analisis (HA) termasuk di dalamnya mendukung proses fit and proper seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi. Selain itu PPATK juga telah menyampaikan 24 Laporan Hasil Pemeriksaan (HP), 23 Rekomendasi kebijakan, dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang kepada 270 penyidik TPPU,” kata Ivan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (31/1).
Ivan mengatakan, PPATK telah berupaya mengoptimalkan sinergi dengan Aparat Penegak Hukum (Apgakum), khususnya dalam menindaklanjuti informasi intelijen keuangan PPATK. Selama periode tahun 2016-2021, dari 4.194 HA, HP dan Informasi, terdapat 60% atau 2.606 HA, HP dan, Informasi yang telah ditindaklanjuti.
Baca Juga: Kemendag dan PT PPI Lepas Ekspor Kopi Robusta ke Mesir Senilai Rp3,5 Miliar
“Sebagai contoh, penyampaian informasi intelijen keuangan PPATK juga telah berkontribusi dalam peningkatan penerimaan pajak senilai lebih dari Rp 7,4 triliun yang kami sampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan,” ujar Ivan.
Terkait dengan Penilaian Risiko TPPU Indonesia Tahun 2021, Ivan menyebut, terdapat beberapa perubahan dan kondisi ancaman baru terhadap aspek pencegahan dan pemberantasan TPPU/TPPT/PPSPM. Korupsi dan Narkotika merupakan jenis tindak pidana asal TPPU yang berisiko tinggi TPPU domestik. Tren pendanaan terorisme juga mengalami banyak perubahan.
Dari awalnya menggunakan sumber ilegal seperti aksi perampokan, kriminalitas atau kekerasan, berubah menjadi pengumpulan dana melalui skema penggalangan dana dengan label sumbangan kemanusiaan dan usaha bisnis yang sah.
Untuk itu, lanjut Ivan, PPATK berupaya untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan berbagai aliran dana di Indonesia, tak terkecuali transaksi Keuangan di ruang virtual. Penggunaan teknologi seperti Virtual Currency, Blockchain/Distributed Ledger Technology (DLT), Peer to Peer Lending, Non-Fungible Token (NFT) dan sebagainya, telah memberikan tantangan yang sepenuhnya baru bagi upaya penegakan rezim APU PPT.
Salah satu respon untuk memitigasi potensi risiko dan ancaman yang dimunculkan dari emerging technology seperti Perdagangan Fisik Aset Kripto, PPATK dan BAPPEBTI akan melakukan pengawasan kepatuhan bersama (joint audit) terhadap Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (Exchanger) pada tahun 2022.
Baca Juga: Pengamat: Kebijakan DMO Minyak Goreng, Jangka Pendek Melindungi Konsumen
Pelaksanaan joint audit tersebut bertujuan untuk mengawasi kepatuhan, dan memastikan masing-masing penyelenggara exchanger Virtual Currency telah menjalankan dengan baik 5 (lima) pilar program APU PPT.
Lalu, terkait dengan proses seleksi (fit and proper) calon pimpinan lembaga atau pejabat publik, selama tahun 2021, PPATK telah menyampaikan 53 Informasi kepada panitia seleksi calon pimpinan lembaga dan pejabat publik.