Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat terpuruk pada akhir tahun lalu, kini dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi jadi mata uang yang berkinerja apik. Kenaikan dolar AS dalam beberapa waktu terakhir bahkan diproyeksikan masih akan terus berlanjut.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, kenaikan dolar AS tidak terlepas dari melonjaknya yield US Treasury, yang bahkan sempat naik ke posisi tertinggi dalam satu tahun terakhir. Menurutnya, kenaikan yield US Treasury tersebut mendorong permintaan safe haven The Greenback.
“Jika melihat prospek ekonomi AS, di mana non-farm payroll tumbuh di luar ekspektasi, menunjukkan ekonomi AS mulai membaik. Apalagi, jika dibandingkan negara-negara maju lainnya, khususnya zona euro yang masih banyak menjalankan kebijakan lockdown,” terang Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id.
Baca Juga: Dolar AS dinilai jadi pilihan investasi valas paling menarik saat ini
Senada, analis Monex Investindo Faisyal mengatakan, dolar AS menjadi salah satu mata uang yang saat ini menarik untuk dikoleksi. Menurutnya, data-data ekonomi AS yang belakangan terus menunjukkan perbaikan akan membangun optimisme terhadap pemulihan ekonomi AS sudah berjalan pada jalur yang tepat.
“Pemulihan ekonomi akan memicu angka inflasi AS akan terus mengalami kenaikan. Hal ini pada akhirnya akan memaksa bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga AS. Jika inflasi terus tumbuh dan suku bunga naik, tentu prospek dolar AS ke depan akan semakin menarik,” kata Faisyal
Belum lagi, Faisyal menyebut pernyataan Joe Biden yang belum lama ini mengatakan orang-orang dewasa AS akan mendapatkan vaksinasi lebih cepat dari perkiraan akan semakin membangun optimisme pasar.
Tak hanya unggul dari potensi pemulihan ekonomi, AS juga unggul dari imbal hasil yang ditawarkan. Bank sentral AS masih memiliki imbal hasil yang positif jika dibandingkan dengan bank sentral Eropa yang 0%, sementara bank sentral Jepang dan Swiss masing-masing minus minus 0,1% dan 0,75%.
Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri ingatkan ada risiko taper tantrum di paruh kedua tahun ini
Oleh karena itu, Alwi meyakini pada tahun ini dolar AS kemungkinan akan bergerak rebound, setelah tahun lalu mencapai level terendah 3 tahun. Hal ini juga didukung oleh sikap The Fed yang masih membiarkan kenaikan yield obligasi akhir-akhir ini yang turut mendukung kenaikan dolar AS.
“Selama yield US Treasury masih merangkak naik, dolar AS masih cenderung naik dan bisa menahannya. Kecuali jika nanti ada alarm dari The Fed mengenai kekhawatiran kenaikan yield tersebut,” tambah Alwi.
Sementara jika dilihat dari sisi teknikal, Alwi bilang, indeks dolar terlihat sudah menembus neckline dari pola reverse head and shoulders. Di mana target kenaikan dari pola tersebut ada di kisaran 94. Kemungkinan area tersebut sudah mulai overbought dan rawan profit taking.
Jika investor merasa dolar AS sudah terlalu mahal, Alwi menyarankan investor untuk melirik dolar Kanada atau loonie. Ia menilai, loonie punya prospek yang menarik seiring suku bunga dari bank sentral Kanada (BoC) saat ini lebih tinggi dari The Fed. Adapun suku bunga BoC sebesar 0,25% berbanding dengan The Fed yang 0,2%
“Hal ini juga yang menahan loonie untuk tidak jatuh tajam atas dolar AS. Kemudian lonjakan harga minyak juga akan untungkan loonie mengingat ekonomi Kanada sangat bergantung pada harga minyak. Terakhir, sentimen risk-on di tengah banjirnya stimulus AS dan peluncuran vaksin,” pungkas Alwi.
Berbeda dengan Alwi, selain dolar AS, Faisyal menyebut mata uang poundsterling dan dolar Australia dinilai bisa jadi pilihan yang menarik karena punya prospek yang tak kalah oke.
Baca Juga: Harga emas semakin murah, apakah sekarang saatnya investasi logam mulia?
“Inggris sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown sehingga aktivitas ekonomi mulai kembali berjalan. Apalagi, Inggris merupakan negara yang vaksinasinya agresif sehingga bisa mempercepat pemulihan ekonomi. Terbaru, Gubernur Bank Sentral Inggris (BoE) juga memastikan tidak akan ada suku bunga negatif,” imbuh Faisyal.
Ketiga hal tersebut dinilai akan membantu penguatan mata uang poundsterling yang sejak awal tahun memang sudah punya tren yang cukup positif. Sementara untuk dolar Australia, Faisyal menyebut akan mendapat dorongan positif dari pernyataan Perdana Menteri Australia yang menegaskan proses vaksinasi berjalan sesuai target, yakni selesai pada Oktober mendatang. Hal ini jelas akan memicu optimisme pemulihan ekonomi.
Faisyal bilang, saat ini bisa jadi momen yang tepat bagi investor untuk masuk ke dolar AS, apalagi ketika The Greenback mengalami koreksi. Begitu pun dengan poundsterling dan dolar Australia.
“Untuk dolar AS, investor bisa jual lagi ketika harganya sudah menyentuh Rp 14.600 per dolar AS. Sementara untuk poundsterling dan dolar Australia bisa dilepas ketika harganya masing-masing sudah menyentuh Rp 20.500 dan Rp 11.300,” tutup Faisyal.
Selanjutnya: Harga emas turun, simak rekomendasi analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News