Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk tidak gentar menghadapi efek gulir konflik Rusia-Ukraina. Emiten baja berkode saham “ISSP” telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi fluktuasi harga bahan baku baja di tengah situasi konflik kedua negara tersebut.
Corporate Secretary & Investor Relations ISSP, Johannes W. Edward mengatakan, ISSP telah melakukan perbaikan/pengembangan manajemen persediaan dan pembelian bahan baku sejak tahun 2018 silam. Strategi tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi risiko terjadinya volatilitas harga bahan baku di pasaran.
Saat ini pun, ISSP sudah mengamankan persediaan cadangan alias safety stock bahan baku untuk beberapa bulan ke depan. “Saat ini (persediaan bahan baku) cukup untuk (memenuhi kebutuhan) sekitar 4-5 bulan,” ujar Johannes kepada Kontan.co.id (14/3).
Seperti diketahui, Rusia merupakan pemasok ragam bahan baku baja. Entah berhubungan atau tidak, harga baja canai panas atawa Hot Rolled Coil (HRC) FOB China di London Metal Exchange (LME) terpantau mengalami kenaikan pada beberapa waktu terakhir di tengah konflik Rusia-Ukraina.
Baca Juga: Spindo (ISSP) Incar Kenaikan Kontribusi dari Penjualan Ekspor pada Tahun Ini
Berdasarkan pantauan Kontan.co.id, harga HRC FOB China tercatat sebesar US$ 796,5 per ton pada penutupan perdagangan 25 Februari 2022 lalu. Kemarin, 11 Maret 2022 lalu, harga HRC FOB China sudah mendaki ke angka US$ 900 per ton.
Setali tiga uang, harga HRC NW Europe di LME juga sudah naik dari semula US$ 1.142 per ton pada 25 Februari 2022 menjadi US$ 1.484,5 per ton pada 11 Maret 2022.
Sebagai produsen pipa baja, ISSP menggunakan HRC sebagai bahan bakunya. ISSP mengimpor langsung HRC dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Sebagian besar pasokan bahan baku didapat dari China, Jepang, Korea, dan Vietnam.
Kapasitas produksi terpasang ISSP berjumlah 600.000 ton per tahun. Saat ini tingkat keterpakaian atau utilisasinya berkisar 55%-65% dari total kapasitas.
Johannes mencatat, saat ini pihaknya memang mulai mendeteksi penurunan pasokan bahan baku pada pemasok di pasaran. Meski begitu, Johannes memastikan bahwa ISSP tidak mengalami kendala bahan baku dengan luasnya jaringan pemasok bahan baku yang ISSP miliki.
Terlebih, ISSP juga sudah menyetok persediaan bahan baku. Untuk mengimbangi fluktuasi harga bahan baku, ISSP juga rutin melakukan penyesuaian harga jual produk secara berkala jika diperlukan.
“Saya kira hal itu sangat lumrah, dan sudah dilakukan juga oleh seluruh pelaku pasar. Di lain pihak, hal ini akan kami ambil sebagai kesempatan untuk mengambil pangsa pasar pesaing yang lebih tertekan oleh kebutuhan penyesuaian harga,” tutur Johannes.
Johannes optimistis, pemerintah cukup tangguh dalam mengelola dampak Rusia-Ukraina dan tekanan inflasi global. Harapan ISSP, pemerintah dapat memberi dukungan langsung kepada pelaku usaha, terutama yang berpeluang meningkatkan ekspor, dengan berbagai cara seperti misalnya perlindungan terhadap praktik curang yang terkadang dilakukan oleh produsen baja internasional, penghapusan praktik ekonomi berbiaya tinggi, serta kelancaran logistik terutama mengenai proses dan kejelasan kasus-kasus yang dijumpai pengusaha.
Sampai tutup tahun nanti, ISSP masih mengincar pertumbuhan pendapatan double digit. Target ISSP, pendapatan perusahaan di tahun 2022 bisa naik 30% jika dibandingkan tahun 2021 lalu. Sepanjang periode Januari-September 2021 lalu, ISSP membukukan omset Rp 3,81 triliun, tumbuh 40,42% dibanding realisasi pendapatan ISSP periode Januari-September 2020 yang sebesar Rp 2,71 triliun.
Dari pendapatan itu, ISSP mengantongi laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih sebesar Rp 445,54 miliar pada Januari-September 2021, meroket 801,21% dari raihan laba bersih ISSP periode Januari-September 2020 yang sebesar Rp 49,43 miliar. Saat tulisan ini dibuat, ISSP belum merilis laporan keuangan tahun 2021 untuk setahun penuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













