kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penurunan Jumlah Dapen Diramal Berlanjut, Ini Penyebabnya


Jumat, 07 Januari 2022 / 08:25 WIB
Penurunan Jumlah Dapen Diramal Berlanjut, Ini Penyebabnya

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri dana pensiun di Indonesia terus melanjutkan tren penurunannya. Per November 2021, jumlah pelaku dana pensiun di Indonesia ada sebanyak 208 penyelenggara.

Rinciannya, sebanyak 141 dana pensiun program pensiun manfaat pasti (DPPK-PPMP), 42 dana pensiun program pensiun iuran pasti (DDPK-PPIP) dan 25 dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).

Padahal, berdasarkan laporan Statistik Laporan Dana Pensiun 2020 yang diterbitkan akhir 2021 lalu, jumlah total dana pensiun di 2017 masih sebanyak 236 penyelenggara. Itu berarti dalam kurun waktu hampir 5 tahun, sudah ada penurunan jumlah 28 penyelenggara.

Dalam laporan itu, OJK menyebut banyaknya pembubaran dana pensiun karena kebijakan pendiri. Adapun, hal tersebut merupakan upaya pendiri untuk melakukan efisiensi operasional dan keuangannya. 

Baca Juga: Kasus Asabri, Dirut Eureka Prima (LCGP) Divonis 10 Tahun Penjara

Selain itu, adanya program Jaminan Pensiun (JP) yang sifatnya wajib dan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan juga menjadi salah satu faktor penyebab pendiri membubarkan dana pensiunnya. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menyebutkan masih ada kemungkinan beberapa dana pensiun membubarkan diri. Ia melihat hal tersebut bisa terjadi ketika pendirinya masih mengalami kesulitan keuangan.

Selain itu, Bambang juga melihat masih ada tantangan yang menghantui industri dana pensiun di Indonesia tahun ini terkait menurunnya hasil dana usaha. Hal tersebut sejalan dengan menurunnya tingkat suku bunga acuan dan yield fixed income semakin menurun, disamping itu imbal hasil dari properti juga semakin menurun.

“Pengurus harus sensitif terhadap perubahan pasar dan memanfaatkan fluktuasi saham bursa untuk mengungkit hasil usaha melalui Equity,” imbuh Bambang.

Meski jumlah penyelenggaranya masih terus berkurang, tampaknya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan industri. Berdasarkan data OJK, aset neto industri tumbuh 5,73% yoy per November 2021 menjadi Rp 321,36 triliun.

Baca Juga: AAUI: Dewan Komisioner OJK Perlu Kemampuan Komunikasi dan Kepemimpinan yang Kuat

Melihat pertumbuhan tersebut, Bambang pun optimis bahwa pertumbuhan industri ini bisa mencapai 7% di tahun ini. Bahkan, ia menyatakan bisa lebih tinggi jika kondisi pasar modal tidak mengalami kontraksi lagi.

Secara yoy, investasi dana pensiun juga mengalami peningkatan sebesar 5,95% menjadi Rp 313,16 triliun. Adapun, aset investasinya paling banyak ditempatkan ke Surat Berharga Negara (SBN) dengan persentase sebesar 29,18%.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×