kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha tambang harus bersiap hadapi aturan baru perpajakan batubara


Senin, 02 November 2020 / 06:00 WIB
Pengusaha tambang harus bersiap hadapi aturan baru perpajakan batubara

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

Sebelumnya pada 22 Juli 2020 lalu, Kontan.co.id memberitakan mengenai simulasi penerimaan negara yang harus disetorkan oleh PKP2B saat berubah menjadi IUPK.

Juga perbandingan antara setoran penerimaan negara dari PKP2B eksisting, PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK, juga jika PKP2B tersebut tidak diberikan perpanjangan.

Baca Juga: APBI: Ekspor batubara masih dominan lantaran serapan di dalam negeri belum signifikan  

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arief mengungkapkan, ada evaluasi ketat yang akan dilakukan pemerintah untuk menerbitkan perubahan status PKP2B menjadi IUPK Operasi Produksi (OP) sebagai perpanjangan kontrak.

Evaluasi tersebut termasuk mempertimbangkan rekam jejak kinerja perusahaan serta peningkatan penerimaan negara. "Itu menjadi syarat utama, menjadi salah satu yang dipersyaratkan oleh pemerintah," tutur Irwandy.

Dia memaparkan, poin yang paling menonjol ialah mengenai kenaikan tarif royalti dari PKP2B eksisting saat telah diperpanjang izinnya dan berubah status menjadi IUPK OP.

Jika pada PKP2B saat ini ditetapkan sebesar 13,5% setelah menjadi IUPK OP pemerintah mengusulkan agar naik menjadi 15%.

"Ini adalah salah satu bentuk yang dipersyaratkan oleh pemerintah. Salah satu yang paling menonjol bahwa akan naik royalti dari 13,5% menjadi 15%," kata Irwandy.

Merujuk materi paparan yang disampaikan Irwandy, ada simulasi penerimaan negara saat PKP2B diperpanjang menjadi IUPK dibandingkan dengan PKP2B saat ini. Begitu juga semulasi jika PKP2B tidak diperpanjang, dengan IUPK OP yang berasal dari Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

Pertama, dari PKP2B generasi pertama eksisting, penerimaan negara yang diperoleh saat ini terdiri dari (1) dana hasil produksi batubara (DHPB)/royalti sebesar 13,5%, (2) Lumpsum Payment, (3) PBBKB 7,5% (reimburse), (3) sales tax maksimal 5%, dan (4) PPh badan 45%. Sedangkan untuk PKP2B selain generasi pertama (generasi 1+) hanya dikenakan DHPB 13,5%.

Kedua, jika izin berlanjut atau menjadi IUPK OP sebagai perpanjangan dari PKP2B, maka untuk generasi pertama komponen penerimaan negaranya menjadi: (1) royalti+PHT+BMN sebesar 15% (usulan pemerintah), (2) PBB Prevaling, (3) Pajak daerah prevailing, (4) PPN Prevailing sebesar 10%, (5) PPh Badan Prev. sebesar 25%, dan (6) EAT sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat.

Baca Juga: Begini dampaknya jika Freeport enggan membangun smelter baru

Sedangkan untuk PKP2B generasi 1+ berubah menjadi (1) royalti+PHT+BMN sebesar 15% (usulan pemerintah) dan (2)  EAT sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat.

Ketiga, penerimaan negara dari IUPK OP yang berasal dari WPN atau ketika PKP2B tidak diperpanjang. Maka komponen penerimaan negara dari PKP2B generasi I ialah: (1) royalti 3%, 5%, atau 7%, (2) PBB Prevaling, (3) Pajak daerah prevailing, (4) PPN Prevailing sebesar 10%, (5) PPh badan prev. 25%, dan (6) EAT sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat.



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×