kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha sebut suku bunga kredit jadi masalah bagi investor domestik


Senin, 01 Februari 2021 / 04:15 WIB
Pengusaha sebut suku bunga kredit jadi masalah bagi investor domestik

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

Selain itu, ada juga faktor penilaian pembiayaan investasi di Indonesia dari bank asing yang akan turut memberikan dampak terhadap keputusan investasi di Indonesia oleh investor asing. 

Singkatnya, banyak perhitungan investasi yang perlu dilakukan investor asing, khususnya terkait pembiayaan investasi, efisiensi supply chain, stabilitas operasi dan supply chain pasca investasi dan proyeksi revenue/profitabilitas pasca investasi. 

“Ini faktor-faktor investasi yang tidak bisa dikompensasi hanya dengan insentif fiskal atau insentif investasi saja, harus dengan pembenahan struktural di Indonesia agar kinerja pasca investasi betul-betul memuaskan investor. Bukan malah menjadi terganggu atau semakin memusingkan investor pasca melakukan realisasi investasi di Indonesia,” kata Shinta. 

Baca Juga: Simak respon operator telekomunikasi soal PPN dan PPh pulsa dan kartu perdana

Selain itu, Shinta menyampaikan banyak aspek yang harus terus dibenahi oleh pemerintah agar iklim usaha nasional pasca UU Cipta Kerja agar iklim usaha di Indonesia betul-betul optimal dan menarik di mata investor asing. Dus, UU CK  adalah langkah awal pembenahan struktural terhadap inefisiensi iklim usaha dan investasi nasional. 

Setelah, UU Cipta Kerja banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi secara struktural dan aspek ekonomi lain yang belum efisien. Misalnya mismatch pada domestic supply chain, inefisiensi biaya logistik nasional, logistik perdagangan internasional. Kemudian, masalah kurangnya skilled workers yang semakin penting dan dicari pasca Covid-19.

Lalu, masalah besaran ICOR, biaya pinjaman suku bunga kredit usaha, harga energi dan tingkat produktifitas pekerja. “Yang kalau dibandingkan dengan negara-negara ASEAN-5 lain kita masih nomor 1 atau nomor 2 paling mahal dan paling tidak efisien di kawasan,” ujar Shinta.

Selanjutnya, masalah penegakan hukum yang masih ambigu dan tidak memberikan kepastian usaha di berbagai isu investasi penting seperti dalam hal perpajakan, perlindungan HAKI, kompetisi usaha, peran BUMN belum tentu efisien, dan sebagainya.

“Selain itu, ada faktor pembenahan birokrasi yang belum selesai. Perlu juga segera dibenahi secara struktural agar birokrasi kita lebih efisien, traceable, konsisten antara nasional-daerah, transparan dan komunikatif melalui dialog yang konsisten dan kontinyu dengan pelaku usaha nasional dan asing, serta responsif kepada calon investor di luar negeri agar menciptakan confidence investasi,” tutup Shinta.

Selanjutnya: Cukai Minuman Berpemanis Kembali Digadang, KINO Bakal Antisipasi dengan Efisiensi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×